Redirect SKRIPSI TERBARU: Produktivitas Kerja Perangkat Gampong Dalam Menjalankan Tugas Dan Fungsinya Pada Gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie

Friday, January 15, 2016

Produktivitas Kerja Perangkat Gampong Dalam Menjalankan Tugas Dan Fungsinya Pada Gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie

Produktivitas Kerja Perangkat Gampong Dalam Menjalankan Tugas Dan Fungsinya Pada Gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie

 Produktivitas Kerja Perangkat Gampong Dalam Menjalankan Tugas Dan Fungsinya Pada Gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie
Skripsi Administrasi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Diera globalisasi dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah maju pesat, hal ini terlihat dari kemajuan transportasi dan alat teknologi di beberapa negara di dunia ini. Perkembangan tersebut tentu akan membuat persaingan disegala bidang yang semakin ketat. Kecanggihan alat-alat teknologi yang diimbangi dengan mutu dan kualitas sumber daya manusia yang cukup memadai, maka tingkat produktivitas kerja tentu akan semakin meningkat pula. 

Indonesia sebagai negara sedang berkembang masih belum siap untuk menghadapi persaingan global tersebut diatas, terutama dalam hal mutu sumber daya manusia sehingga menuntut kepada pemerintah yang bersangkutan untuk lebih memperhatikan peningkatan kualitas sumber daya manusia ini di masa mendatang. Tuntutan ini merupakan beban yang sangat berat, apalagi dimasa keadaan sekarang ini dimana Indonesia dalam keadaan krisis ekonomi dan krisis moneter yang nyaris mengakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa, sehingga pemerintah belum konsen kearah sumber daya tersebut .

Dalam rangka untuk efektifitas pelaksanaan tugas pemerintah daerah maka dikeluarkanlah UU.No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Dimana   Dalam UU. No.32 tahun 2004 tersebut pemerintah Gampong sebagai ujung tombak pemerintah yang merupakan akronim dari pemerintah pusat dimana beraviliasi langsung dengan masyarakat diharapkan dapat secara efektif dalam menjalankan tugas-tugas pemerintah sebagai pemerintah yang berada di Gampong guna terwujudnya pembangunan disegala bidang.

Gampong dimaknai sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem pemerintah nasional dan berada di kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Pemerintah gampong adalah kepala gampong beserta perangkat desa, dan Badan Pemusyawaratan Desa (BPD). Dimana kedua lembaga gampong tersebut diharapkan dapat  bekerjasama dalam mewujudkan pemerintah gampong yang efektif. Efetifitas pelaksanaan tugas pemerintah gampong sangat diharapkan dalam rangka mewujudkan pelaksanaan pemerintah sesuai dengan yang diharapkan oleh pemerintah dalam UU No. 32 tahun 2004, yakni pemerintah Gampong diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus daearahnya masing-masing demi kesejahteraan rakyat yang berimbas kepada terwujudnya pembangunan nasional.

Dalam lingkungan pemerintah gampong kepala gampong dan seluruh perangkat gampong sebagai pelaksana tugas pemerintah di gampong diharapkan dapat melaksanakan  tugas pemerintah gampong dengan efektif demi terciptanya kesejahteraan dan pembangunan  rakyat pedesaan. Efektifitas adalah merupakan  suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu.

Pemerintah Desa Gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli adalah suatu lembaga dan organisasi pemerintah yang berupaya melakukan pelaksanaan tugas pemerintah gampong secara efektif demi terciptanya pembangunan disegala bidang agar masyarakat dapat merasakan esensi dari otonomi daerah yang berimbas kepada otonomi desa. Maka demi terlaksananya pelaksaan tugas pemerintah desa secara efektif diperlukan adanya perangkat pemerintah gampong dari kepala gampong sampai pada Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) sebagai unsur pemerintah gampong yang memiliki kualitas dan pengetahun yang cukup memadai.

Salah satu sasaran utama dari efektifitas pelaksaan tugas pemerintah Gampong yakni terciptanya pelayanan yang baik kepada masyarakat, adanya pembangunan yang dihasilkan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan tugas dan fungsi pemerintah desa. 

Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinam bungan/berkelanjutan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternative yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik Namun pada kenyataannya efektifitas pelaksaan tugas pemerintah gampong di gampong Blang Asan tersebut masih belum efektif, antara lain perangkat gampong termasuk kepala gampong tidak berkantor sesuai dengan jam kantor, proses pelayanan yang cenderung berbelit-belit, serta tidak adanya program pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah desa. Fakta di atas sesuai dengan penuturan salah seorang tokoh masyarakat gampong Blang Asan pada tanggal 20 Juni 2015. 

Rendanya tingkat efektifitas pelaksanaan tugas pemerintah gampong di gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie seperti yang diuraikan di atas, didasarkan pada pengamatan dan hasil wawancara awal penulis menunjukkan bahwa kurangnya pembangunan yang ada di gampong Blang Asan. Hal ini juga di perkuat pada pola kehidupan masyarakat yang tidak mengalami perubahan dari segi perekonomian rakyat, serta kondisi lingkungan gampong yang tidak mengalami perubahan yang signifikan, ditambah lagi dengan pelayanan pemerintah gampong terhadap masyarakat yang menurut warga sangat masih jauh dari harapan mereka

Efektifitas pelaksanaan tugas pemerintah gampong di gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie tersebut sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan  seorang tokoh masyarakat yang tadi memberi sedikit informasi, yakni dimana terungkap  bahwa, ”Pemerintah gampong Blang Asan  dalam melaksanakan tugasnya menurut saya masih belum efektif atau boleh dikatan kurang efektif, hal ini ditandai dengan kurangnya program pemerintahan gampong, kemudian tidak berkantornya Kepala gampong bersama perangkat gampong sesuai jam kantor, dan anggota Badan Pemusyawaratan Desa. Sehingga masyarakat kesulitan melakukan komunikasi yang berhubungan dengan  urusan pemerintah gampong/desa, atau minimal bisa ditemui dirumahnya kalau warga ada keperluannya dengan mereka”. kurang efektifnya pelaksanaan tugas Pemerintah Desa di Gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli  Kabupaten Pidie berimbas kepada tidak adanya pembangunan yang dihasilkan, diduga disebabkan oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia, sehingga berdampak kepada efektifitas pelaksanaan tugas pemerintah.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dan pengkajian dengan mengangkat judul sebagai berikut: “Produktivitas Kerja Perangkat Gampong Dalam Menjalankan Tugas Dan Fungsinya Pada Gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie”.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka batasan permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini yakni sebagai berikut: 
  1. Bagaimana produktivitas kerja perangkat gampong dalam menjalankan tugas dan fungsinya pada Gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie? 
  2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat produktivitas kerja perangkat gampong dalam menjalankan tugas dan fungsinya pada Gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie?
  3. Upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan menghambat produktivitas kerja perangkat gampong dalam menjalankan tugas dan fungsinya pada Gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie?


1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk :
  1. Untuk mengetahui bagaimana produktivitas kerja perangkat gampong dalam menjalankan tugas dan fungsinya pada Gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie.
  2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menghambat produktivitas kerja perangkat gampong dalam menjalankan tugas dan fungsinya pada Gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie.
  3. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan menghambat produktivitas kerja perangkat gampong dalam menjalankan tugas dan fungsinya pada Gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie.

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
  1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah di Kabupaten Pidie Propinsi Aceh dalam upaya meneingkatkan produktivitas kerja perangkat desa di masa mendatang.
  2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah desa khususnya para Keuchik Gampong di Kabupaten Pidie Propinsi Aceh dalam upaya peningkatan produktivitas kerja di masa datang. 


BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Undang- Undang Pemerintahan Aceh (UUPA)
2.1.1 Pengertian Undang- Undang Pemerintahan Aceh (UUPA)
Sebagaimana kita ketahui, pada tanggal 5 Juli 2006, sepuluh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat secara bulat telah menyetujui Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh, yang terdiri atas 40 Bab dan 273 Pasal. Ini momentum agar masyarakat Aceh bisa memulai pembangunan dan melupakan masa lalu. Undang-Undang Pemerintahan Aceh merupakan pelaksanaan isi nota kesepahaman Helsinki, yang ditandatangani pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka demi penyelesaian secara damai konflik panjang di Aceh.

UUPA adalah undang-undang tahun 2006 yang mengatur pemerintahan provinsi Aceh, Indonesia, sebagai pengganti Undang-Undang Otonami Khusus dan hasil kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, yang dikenal dengan MoU Helsinki. Penyetujuan pengesahaan Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh menjadi undang-undang oleh DPR berlangsung pada 11 Juli 2006, sementara pengesahan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dilakukan pada 1 Agustus 2006.(https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pemerintahan_Aceh)

Perlunya Undang-undang tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Aceh, kemudian disingkat dengan UUPA adalah kesepakatan yang pertama, tertulis dalam MoU Helsinki. Ketika itu, diamanatkan harus telah dapat selesai pada 31 Maret 2006. Walaupun kenyataannya baru tanggal 12 Juli 2006, Ketua DPRRI baru mengetokkan palu rapat paripurna, yang berarti terlambat sekitar 2 bulan 11 hari. Apalah artinya waktu kurang dari 3 bulan tersebut, dibandingkan dengan lamanya rakyat Aceh menunggu, untuk sampai kepada adanya UU yang merinci tentang berbagai hak Aceh dan rakyat Aceh untuk mengatur dirinya sendiri dalam NKRI, dan hak untuk menerima dan menikmati hasil-hasil dari sumber daya alam yang ada diwilayah dan di perut bumi Aceh, serta untuk dengan bebas pula mengadakan hubungan ke seantero dunia demi kemaslahatan Aceh dan rakyat Aceh. Walaupun lahirnya UUPA ini telah mengundang banyak protes dari kalangan yang mengatas-namakan rakyat, hanya karena kehendaknya tidak semuanya tertampung, namun rakyat Aceh secara keseluruhan dan pada umumnya, merasa lega, walaupun UUPA tidak lah 100% sempurna, sebagaimana layaknya pekerjaan manusia. Tetapi paling tidak, mereka berharap, ini adalah tonggak atau pilar lainnya untuk menuju kepada reintegrasi dan kemudian rekonsiliasi secara tuntas.

Kemajuan” atau tepatnya perubahan yang maha besar telah terjadi menjelang dan dalam pembicaraa awal dalam rangka perundingan di Helsinki, yakni sebagaimana dikatakan oleh Edward Espinall antara lain: GAM mengumumkan pada bulan Februari bahwa nereka akan mengesampingkan tujuannya untuk merdeka, dan menerima penyelesaian atas dasar self government untuk Aceh dalam negara Indonesia, dan sikap itulah menurut Espinall yang memungkian perjanjian dilaksanakan. (An agreement became possible, after GAM announced in February that it was willing to set aside its goal of independent and accept a solution based on self government for Aceh within the Indonesian state). Jika kita napak tilas kepada berbagai pernyataan dan sikap pimpinan GAM sebelumnya, ini adalah perubahan besar, dan oleh karena nya dapat pula dianggap sebagai pengorbanan. Memang tidak semua pengorbanan perlu disesali, ada pengorbanan dalam Islam yang sangat positif, dan mulia dimata Allah SWT. Oleh karenanya maka MoU Helsinki sangat menghargai sikap GAM yang sangat bernuansa kehendak untuk damai tersebut. Karena itu pulalah maka MoU Helsinki, teksnya seperti itu.

Namun banyak pesan-pesan MoU Helsinki yang perlu ditindaklanjuti, salah satunya adalah UUPA. Wajarlah jika pihak GAM, atau simpatisan GAM, berkehendak pula agar seluruhnya isi MoU Helsinki yang telah mereka setujui tersebut, ditransfer masuk kedalam UUPA.
Beberapa topik yang disentuh undang-undang ini adalah:
  1. Syariat Islam diberlakukan sesuai tradisi dan norma yang hidup di Aceh
  2. Minyak dan gas dikelola bersama oleh pemerintah pusat dan Aceh
  3. Diizinkannya partai politik local

Beberapa struktur pemerintahan Aceh yaitu:
  1. Kepala daerah
  2. Dewan Perwakilan Rakyat
  3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
  4. Dewan Perwakilan Rakyat Aceh
  5. Dewan Perwakilan Daerah

https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pemerintahan_Aceh


2.1.2 Tujuan Undang-Undang Desa
Penegasan istilah gampong yang berbeda dengan desa, konsep gampong adalah cermin dari realitas sejarah dan perkembangan sosial-budaya masyarakat Aceh. Apa yang dikonsepsikan dengan gampong tidak mungkin dilepaskan dari berbagai aspek kehidupan. Atas dasar ini, maka dapat dipahami masing-masing daerah memiliki konsep yang berbeda tentang teritorial pemerintahan dasar tersebut. Namanya desa, gampong, marga dan lain-lain. Dan, kedua, gampong memiliki pengaturan secara khusus dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Pengaturan ini sedikit berbeda dengan pengaturan Desa yang diatur dalam UU Pemerintahan Daerah.
Dengan dua alasan tersebut, maka penyebutan gampong yang berbeda dari desa, adalah wajar dan rasional. Apalagi desa kemudian secara khusus sudah diatur dalam UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa. UU ini disetujui DPR RI pada 18 Desember 2013. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengesahkan UU tersebut pada 15 Januari 2014. Rancangan UU ini sendiri sudah diusul sejak 2007. Praktis sejak Indonesia merdeka, UU ini adalah UU kedua yang mengatur tentang desa. Sebelumnya adalah UU No.5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yang menyeragamkan desa di seluruh Indonesia.

Di Aceh, seperti daerah lain di Indonesia, turut merasakan gegap-gempita setelah UU Desa 2014 tersebut disahkan. Sayangnya gegap-gempita itu terfokus pada anggaran besar yang akan diterima desa. Hanya masyarakat di dua daerah saja yang khawatir dengan UU ini, yakni Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bali. Masyarakat dua daerah tersebut khawatir UU Desa akan membawa dampak bagi kekayaan sosial-budaya mereka.

Kekhawatiran tersebut sangat beralasan, mengingat tujuan UU ini sendiri ingin mengakomodir hak asal usul dan hak tradisional. Istilah ini sendiri dalam konteks keberadaan masyarakat hukum adat, hingga sekarang masih terus diperdebatkan. Dalam konsep politik hukum, apa yang dinamakan hak asal-usul dan hak tradisional, kenyataannya sangat ditentukan oleh kehendak penguasa.

Lebih jauh, tujuan penting dari UU Desa adalah pengakuan dan penghormatan atas desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pembentuk UU sangat menyadari bahwa keberadaan desa, dan semacamnya yang dalam Penjelasan UUD 1945 tersebar di 250 kawasan, adalah sesuatu yang ada. Keberadaannya sebelum Indonesia merdeka menentukan corak dan bentuknya hingga kini.

Tujuan lainnya adalah memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas desa dalam sistem ketatanegaraan demi mewujudkan keadilan bagi masyarakat. Hal lain yang ingin dilakukan adalah melestarikan dan memajukan adat-tradisi-budaya, mendorong prakarsa dan dan partisipasi masyarakat, membentuk pemerintahan desa yang profesional, meningkatkan pelayanan publik, meningkatkan ketahanan sosial budaya, memajukan perekonomian, dan memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

Melihat semua tujuan di atas, dapat disimpulkan bahwa uang atau anggaran tidak menjadi kekuatan utama dalam pembangunan desa. Uang penting, namun ketika ia dianggap yang utama dan merusak kekuatan sosial-budaya lainnya, pada akhirnya akan membawa malapetaka. Di samping itu, UU Desa beranjak dari keyakinan bahwa desa adalah beragam. Kenyataan keberagaman ini ditampung dalam desa adat. Konsep desa adat terkait dengan warisan organisasi kepemerintahan masyarakat lokal yang dipelihara secara turun-temurun.

Desa Adat adalah sebuah kesatuan masyarakat hukum adat yang secara historis mempunyai batas wilayah dan identitas budaya yang terbentuk atas dasar teritorial yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa berdasarkan hak asal usul. Desa adat dapat berasal dari masyarakat hukum adat yang ditetapkan untuk menjalanan fungsi pemerintahan, dengan syarat adanya wilayah dengan batas yang jelas, adanya pemerintahan, dan perangkat lain, pranata adat dan sebagainya.

Masalahnya adalah penentuan desa adat sangat ditentukan oleh kehendak penguasa. Logikanya adalah masyarakat hukum adat yang hingga sekarang masih diperdebatkan, maka menentukan desa adat juga sesuatu yang sulit dilakukan. Ibarat buah simalakama. Menentukan desa adat sembarangan akan berimbas pada kaburnya konsep masyarakat hukum adat.

Sementara mengabaikan desa adat, pada dasarnya sama dengan mengabaikan tentang sesuatu yang ada dalam masyarakat kita. Pembentuk UU Desa menyadari kondisi ini. Desa adalah sesuatu yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Kesadaran ini memupuk semangat untuk melihat desa dalam konteks otonominya yang sangat khas. Desa dilihat sebagai seperangkat sistem kehidupan yang konteksnya berbeda dengan strata pemerintahan semata.

Atas dasar demikian, maka keberadaan anggaran desa harus disikapi dengan hati-hati. Anggaran desa akan berpengaruh bagi eksistensi desa dengan segala kekuatan sosial-budayanya nanti. Anggaran desa merupakan amanah Pasal 72 UU Desa yang menyebutkan bahwa alokasi dana desa bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota. Besarnya paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK). Jumlah dana ini dihitung berbeda-beda oleh masing-masing pihak.

Secara umum, publik sudah terlanjur meyakini bahwa dana perimbangan tersebut akan diterima sebesar Rp 1 miliar per desa. Pimpinan DPR menghitung-hitung dan keluar angka Rp 700 juta. Budiman Sudjatmiko, selaku mantan Wakil Ketua Pansus UU Desa menyebutkan angka fantastis, Rp 1,4 miliar per desa pertahun. Angka ini keluar dari jumlah dana alokasi 10% sejumlah Rp 105 triliun dibagi rata 73 ribu desa. Untuk Aceh sendiri, hitungan persis jumlah dana tersebut berkisar antara Rp 254 juta hingga Rp 1,1 miliar (Serambi, 25/12).

2.2 Pemerintahan Gampong/Desa 
Istilah pemerintah berasal dari kata perintah yang berarti sesuatu yang harus dilaksanakan didalam kata tersebut tersirat beberapa unsure yang menjadi ciri khas dari suatu kata “perintah” yaitu adanya keharusan  menunjukkan kewajiban untuk melaksanakan apa yang dperintahkan kemudian ada yang member dan menerima perintah ada hubungan fungsional antara keduanya.  Istilah dari kata perintah, pemerintah dan pemerintahan memiliki pengertian yang berbeda. Perintah adalah perkataan yang bermaksud menyeluruh melakukan sesuatu, pemerintah adalah badan atau organisasi yang melakukan kekuasaan memerintah dan pemerintahan adalah perbuatan, cara hal atau urusan dari badan yang memerintah tersebut. Secara ilmiah pengertian pemerintah dapat dibedakan dalam dua pengertian yaitu pemerintah sebagai alat (organ) negara yang menjalankan fungsi tugas dan pemerintah sebagai fungsi dari pemerintah istilah pemerintahan dalam arti alat dapat pula dibedakan antara pemerintah dalam arti sempit dan pemerintahan dalam arti yang luas pemerintahan dalam arti sempit adalah kekuasaan yang dimiliki oleh lembaga eksekutif sedangkan dalam arti luas adalah pemerintah berarti semua organ negara dan pemerintah. Bayu Suryaningrat (2005;12) mengemukakan bahwa “pemerintah” adalah sekelompok individu yang mempunyai kewenangan tertentu untuk melaksanakan kekuasaan 

Sedangkan Soewarno Handayaningrat (2004:153) mengemukakan bahwa :  “pemerintah adalah badan yang menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintahan, pembangunan, pemerintah adalah badan eksekutif dalam melaksanakan tugasnya mendapatkan pengawasan dari badan legislative”

Pamudji S (2006;23) mengatakan bahwa “pemerintah adalah kekuasaan memerintah negara” selanjutnya Talidzhidhuhu (2005;76) memberi defenisi terhadap konsep pemerintah sebagai aparat atau badan yang mengeluarkan atau memberi perintah. 

Selanjutnya menurut Surbakti (2009:168), mengistilahkan pemerintahan untuk menunjukkan governance (kepemerintahan) yang menyangkut masalah tugas dan kewenangan, sedangkan pemerintah (government) merupakan aparat yang menyelenggarakan tugas dan kewenangan negara. 
Mariun (2003:80) menyebutkan pengertian kepemerintahan dapat ditinjau dari aspek, yaitu dari segi kegiatan (dinamika), struktural fungsional, dan dari segi tugas dan kewenangan (fungsi). 

Apabila ditinjau dari segi dinamika,kepemerintahan adalah segala kegiatan atau usaha yang terorganisasikan,bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan pada dasar negara, mengenai rakyat dan wilayah negara itu demi tercapainya tujuan negara. 

Ditinjau dari segi structural fungsional, kepemerintahan berarti seperangkat fungsi negara, yang satu sama lain saling berhubungan secara fungsional dan melaksanakan fungsinya atas dasar-dasar tertentu demi tercapainya tujuan negara maka kepemerintahan berarti seluruh tugas dan kewenangan negara. 

Berbagai pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah adalah badan, lembaga, alat aparat yang melaksanakan atau menjalankan pemerintahan, sedangkan pemerintahan adalah kegiatan atau aktivitas yang dijalankan oleh pemerintah,pemerintah dalam arti sempit yang hanya mencakup eksekutif saja terbagi dua yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 

Pada tataran pemerintahan yang ada di Desa maka peranan pentingnya ada pada Kepala Desa dan aparat pelaksanaan yang membantu pekerjaan sehari-hari baik itu urusan administrative maupun persentuhan kepada masyarakat Kepala Desa merupakan orang yang memimpin dan atau mengepalai suatu Desa. 

Lebih lanjut Mariun (2003:82) mendefenisikan bahwa kepala adalah sesuatu yang sifatnya (rupanya, letaknya dan sebagainya sebagai kepala, atau orang yang mengepalai (daerah kampong, negara dan seterusnya) sedangkan menurut J.S Badudu dan Z.M Zain (2004;473) bahwa kepala adalah yang mengepalai, yang memimpin, misalnya kepala desa, kepala kantor, dan kepala pasukan.

Jadi kepala Desa adalah orang yang memimpin atau mengepalai sutau desa yang merupakan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingannya dalam rangka mencapai keberhasilan pembangu nan desanya.

2.3  Konsep Tugas Pokok dan Fungsi 
Tugas Pokok dan Fungsi secara umum merupakan hal-hal yang harus bahkan wajib dikerjakan oleh seorang anggota organisasi atau pegawai dalam suatu instansi secara rutin sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan program kerja yang telah dibuat berdasarkan tujuan, visi dan misi suatu organisasi. Setiap pegawai seharusnya melaksanakan kegiatan yang lebih rinci yang dilaksanakan secara jelas dan dalam setiap bagian atau unit. Rincian tugas-tugas tersebut digolongkan kedalam satuan praktis dan konkrit sesuai dengan kemampuan dan tuntutan masyarakat. 
Tugas Pokok dan fungsi (TUPOKSI) merupakan suatu kesatuan yang saling terkait antara Tugas Pokok dan Fungsi. Dalam Peraturan Perundang-undangan pun sering disebutkan bahwa suatu organisasi menyelenggarakan fungsi-fungsi dalam rangka melaksanakan sebuah tugas pokok. 

2.3.1  Tugas Pokok 
Tugas pokok dimana pengertian tugas itu sendiri telah dijelaskan sebelumnya adalah suatu kewajiban yang harus dikerjakan, pekerjaan yang merupakan tanggung jawab, perintah untuk berbuat atau melakukan sesuatu demi mencapai suatu tujuan.

Adapun definisi tugas menurut Moekijat (2008:9), “The Term Task is frequently used to describe one portion or element in a job” (Tugas digunakan untuk mengembangkan satu bagian atau satu unsur dalam suatu jabatan). Sementara Stone (2007:10), mengemukakan bahwa “A task is a specific work activity carried out to achieve a specific purpose” (Suatu tugas merupakan suatu kegiatan pekerjaan khusus yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu). 

Definisi lainnya yang menilai bahwa tugas merupakan suatu kegiatan spesifik yang dijalankan dalam organisasi yaitu menurut Mathis, Robert L.; & John H.Jakson. (2009:10), menyatakan bahwa “Tugas adalah kegiatan pekerjaan tertentu yang dilakukan untuk suatu tujuan khusus”.

 Moekijat (2008:11), menambahkan bahwa“Tugas adalah suatu bagian atau satu unsur atau satu komponen dari suatu jabatan. Tugas adalah gabungan dari dua unsur (elemen) atau lebih sehingga menjadi suatu kegiatan yang lengkap”. 

Berdasarkan definisi tugas di atas, dapat kita simpulkan bahwa tugas pokok adalah kesatuan pekerjaan atau kegiatan yang paling utama dan rutin dilakukan oleh para pegawai dalam sebuah organisasi yang memberikan gambaran tentang ruang lingkup atau kompleksitas jabatan atau organisasi demi mencapai tujuan tertentu. 

2.3.2  Fungsi 
Fungsi adalah kegiatan pokok yang dilakukan dalam suatu organisasi atau lembaga. Pengertian fungsi menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia merupakan kegunaan suatu hal, daya guna serta pekerjaan yang dilakukan. Adapun menurut para ahli, fungsi yaitu menurut The Liang Gie (2008:98), Fungsi merupakan sekelompok aktivitas yang tergolong pada jenis yang sama berdasarkan sifatnya, pelaksanaan ataupun pertimbangan lainnya. Definisi tersebut memiliki persepsi yang sama dengan definisi fungsi menurut Agus Dwiyanto, dkk. (2008:22), Fungsi adalah rincian tugas yang sejenis atau erat hubungannya satu sama lain untuk dilakukan oleh seorang pegawai tertentu yang masing-masing berdasarkan sekelompok aktivitas sejenis menurut sifat atau pelaksanaannya. Sedangkan pengertian singkat dari definisi fungsi menurut Moekijat (2008:22), yaitu fungsi adalah sebagai suatu aspek khusus dari suatu tugas tertentu. 

Berdasarkan pengertian masing-masing dari kata tugas pokok dan fungsi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) tersebut adalah kesatuan pekerjaan atau kegiatan yang dilaksanakan oleh para pegawai yang memiliki aspek khusus serta saling berkaitan satu sama lain menurut sifat atau pelaksanaannya untuk mencapai tujuan tertentu dalam sebuah organisasi. 

David F. Smith, dkk (2003:37) menjelaskan mengenai hubungan antara pekerjaan pegawai, yang dalam hal ini berupa tugas pokok dan fungsi dengan efektivitas pegawai, bahwa: “Selain masalah praktis dalam hubungan dengan desain pekerjaan, yaitu berkaitan dengan keefektifan dalam istilah ekonomi, politik, dan moneter, akan tetapi pengaruh yang terbesar berkaitan dengan keefektifan sosial dan psikologis pegawai. Pekerjaan dapat menjadi sumber tekanan psikologis dan bahkan gangguan mental dan fisik terhadap seorang pegawai selain sisi positif dari pekerjaan yaitu dapat menghasilkan pendapatan, pengalaman hidup yang berarti, harga diri, penghargaan dari orang lain, hidup yang teratur dan hubungan dengan orang lain”.

Penjelasan tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa pekerjaan ataupun TUPOKSI yang ditetapkan untuk suatu jabatan sangat berpengaruh secara langsung terhadap efektivitas pegawai. Efektivitas pegawai dapat dinilai melalui pelaksanaan tugas-tugasnya secara benar dan konsisten. Tugas pokok dan fungsi pegawai merupakan jabaran langsung dari tugas dan fungsi organisasi kedalam jabatan yang dianalisis. Oleh karena itu, untuk dapat menghasilkan tugas pokok dan fungsi yang tepat dan jelas demi meningkatkan efektivitas pegawai dalam upaya pencapaian tujuan organisasi, upaya awal yang harus dilakukan yaitu melaksanakan proses analisis pekerjaan, yaitu proses pengumpulan data organisasi mengenai berhubungan dengan pekerjaan.

2.4  Produktivitas Kerja 
2.4.1 Pengertian Produktivitas
Akhir-akhir ini produktivitas merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan, karena produktivitas mempunyai peranan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan. Menurut pendapat Ravianto (2005:16), bahwa produktivitas mengandung sebuah pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu. Pengertian di atas menunjukkan bahwa ada kaitan antara hasil kerja dengan waktu yang dibutukan untuk menghasilkan produk dari seorang tenaga kerja. 

Menurut Suprihanto (2002:7), produktivitas diartikan sebagai kemampuan seperangkat sumber-sumber ekonomi untuk menghasilkan sesuatu atau diartikan juga sebagai perbandingan antara pengorbanan (input) dengan penghasilan (output).

Sedangkan menurut Simanjuntak (2005:30) Produktivitas mengandung pengertian filosofis, definisi kerja, dan teknis operasional. Secara filosofis, produktivitas mengandung pengertian pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan. Keadaan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan mutukehidupan lebih baik dari hari ini.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa produktivitas tenaga kerja sangat tergantung pada satuan masukan yang diberikan oleh tenaga kerja dan satuan keluaran yang dihasilkan oleh tenaga kerja tersebut. Satuan masukan dan satuan keluaran pada produktivitas tenaga kerja hanya tenaga kerja itu sendiri dan hasilnya. Seorang tenaga kerja yang produktif adalah tenaga kerja yang cekatan dan menghasilkan barang dan jasa sesuai mutu yang ditetapkan dengan waktu yang lebih singkat atau bila tenaga kerja tersebut mampu menghasilkan produk atau output yang lebih besar dari tenaga kerja yang lain dalam waktu yang lama. Masalah produktivitas kerja tidak dapat terlepas dari hak setiap tenaga kerja untuk memperoleh kesempatan kerja demi kehidupan yang layak sebagai manusia. Hak untuk dapat menikmati kehidupan yang layak bagi tenaga kerja tidak mungkin dapat diperoleh tanpa jaminan atau upahyang cukup dengan didukung oleh adanya produktivitas tenaga kerja yang tinggi.

2.4.2  Pengukuran Produktivitas
Pengukuran produktivitas menurut Sinungan (2007:23), dalam arti perbandingan dapat dibedakan dalam tiga jenis antara lain : 
  1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta tingkatannya.
  2. Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan, tugas, seksi,proses) dengan lainnya. Pengukuran ini menunjukkan pencapaian relatif
  3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan ini merupakan hal yang terbaik sebagai pemusatan sasaran/tujuan. 

2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Banyak faktor yang dapat mempengruhi tinggi rendahnya produktivitas kerja. Siagian, Sondang P (2006:56) merinci faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja secara umum.
2.4.3.1 Motivasi
Motivasi merupakan kekuatan atau motor pendorong kegiatan seseorang kearah tujuan tertentu dan melibatkan segala kemampuan yang didmiliki untuk mencapainya. Karyawan didalam proses produksi adalah sebagai manusia (individu) sudah barang tentu memiliki identifikasi tersendiri antara lain sebagai berikut:
  1. Tabiat/watak 
  2. Siakap laku/penampilan
  3. Kebutuhan
  4. Keinginan
  5. Cita-cita/kepentingan-kepentingan lainnya
  6. Kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk oleh keadaan aslinya
  7. Keadaan lingkungan dan pengalaman karyawan itu sendiri

Karena setiap karyawan memiliki identifikasi yang berlainan sebagai akibat dari latar belakang pendidikan, pengalaman dan lingkungan masyarakat yang beraneka ragam, maka ini akan terbawa juga dalam hubungan kerjanya sehingga akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku karyawan tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya.

Demikian pula pengusaha juga mempunyai latar belakang budaya dan pandangan falsafah serta pengalaman dalam menjalankan perusahaan yang berlain-lainan sehingga berpengaruh di dalam melaksanakan pola hubungan kerja dengan karyawan.

Pada hakikatnya motivasi karyawan dan pengusaha berbeda karena adanya perbedaan kepantingan maka perlu diciptakan motivasi yang searah untuk mencpai tujuan bersama dalam rangka kelangsungan usaha dan ketenaga kerjaan, sehingga apa yang menjadi kehendak dan cita-cita kedua belah pihak dapat diwujudkan.

Dengan demikian karyawan akan mengetahui fungsi, peranan dana tanggung jawab dilingkungan kerjanya dan dilain pihak pengusaha perlu menumbuhkan iklim kerja yang sehat dimana hak dan kewajiban karyawan diatur sedemikian rupa selaras dengan fungsi, peranan dan tanggung jawab karyawan sehingga dapat mendorong motivasi kerja kearah partisipasi karyawan terhadap perusahaan.

Iklim kerja yang sehat dapat mendorong sikap keterbukaan baik dari pihak karyawan maupun dari pihak pengusaha sehingga mampu menumbuhkan motivasi kerja yang searah antara karyawan dan pengusaha dalam rangka menciptakan ketentraman kerja dan kelangsungan usaha kearah peningkatan produksi dan prosuktivitas kerja.
a) Faktor-faktor Motivasi Kerja
Untuk mendapatkan motivasi kerja yang dibutuhkan suatu landasan yaitu terdapatnya suatu motivator. Dan hal ini merupakan hasil suatu pemikiran dan kebijaksanaan yang tertuang dalam perencanaan dan program yang terpadu dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi sesuai dengan keadaan eksteren dan interen. Adapun yang dibutuhkan oleh motivator adalah sebagai berikut:
1) Pencapain penyelesaian tugas yang berhasil berdasarkan tujuan dan sasaran.
2) Penghargaan terhadap pencapaian tugas dan sasaran yang telah ditetapkan.
3) Sifat dan ruang lingkup pekerjaan itu sendiri (pekerjaan yang menarik dan memberi  harapan ).
4) Adanya peningkatan (kemajuan).
5) Adanya tanggung jawab.
6) Adanya administrasi dan manajemen serta kebijaksanaan pemerintah.
7) Supervisi.
8) Hubungan antara perseorangan.
9) Kondisi kerja 
10) Gaji
11) Status 
12) Keselamatan dan Kesehatan kerja.
b) Usaha-usaha Peningkatan Motivasi Kerja
Untuk pencapaian tujuan diatas, maka perlu adanya pembinaan sikap laku yang meliputi seluruh pelaku produksi. Pemerintah, pengusaha/organisasi pengusaha, karyawan/organisasi karyawan dengan cara sebagai berikut:
1) Intern 
a. penjabaran dan penanaman pengertian serta tumbuhnya sikap laku dan pengamalan konsep Tri Dharma.
Rumongso handarbeni (saling ikut memiliki).
Melu Hangrungkebi (ikut serta memelihara, mempertahankan dan melestarikan).
Mulat seriro hangroso wani (terus menerus mawasdiri).
b. Secara fisik, maka sarana-sarana motivatif yang langsung berkaitan dengan kerja dan tenaga kerja diusahakan peningkatan menurut kemampuan dan situasi-situasi perusahaan
2) Ekstern perusahaan 
penanaman kesadaran bermasyarakat dan kesadaran bernegara antara lain melalui penataran P4.
2.4.3.2 Keterampilan.
Faktor keterampilan baik keterampilan teknis maupun manajerial sangat menentukan tingkat pencapaian produktivitas. Dengan demikian setiap individu selalu dituntut untuk terampil dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) teruatama dalam perubahan teknologi mutakhir.
Seseorang dinyatakan terampil dan produktif apabila yang bersangkutan dalam satuan waktu tertentu dapat menyelesaikan sejumlah hasil tertentu. Dengan demikian menjadi faktor penentu suatu keberhasilan dan produktivitas, karena dari waktu itulah dapat dimunculkan kecepatan dan percepatan yang akan sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan kehidupan termasuk kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Haruslah disadari sedalam-dalamnya bahwa era tinggal landas hanya dapat kita wujudkan bila kita benar-benar memiliki konspe waktu yang tepat serta mampu menguasai dan memanfaatkan waktu, dan dengan demikian dapat meningkatkan produktivitas, sebagai perwujudan dari eksistensi bangsa yang maju dan modern.
2.4.3.3 Pendidikan
Tingkat pendidikan harus selalu dikembangkan baik melalui jalur pendidikan formal maupun informal. Karena setiap penggunaan teknologi hanya akan dapat kita kuasai dengan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang handal.
Disamping faktor tersebut diatas, manuaba (2002:89) mengemukakan bahwa faktor alat, cara dan lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas yang tinggi, maka faktor tersebut harus betul-betul serasi terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia pekerja. Dalam pendidikan maka kita mengenal tiga faktor yang memberikan dasar penting untuk pengembangan disiplin ialah sebagai berikut:
a. Pendidikan umum dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
b. Pendidikan politik guna membudayakan kehidupan berdasarkan konstitusi, demokrasi pancasila dan hukum kesadaran hukum kunci penting untuk menegakkan disiplin.
c. Pendidikan Agama yang menuju kepada pengendalian diri (self control) yang merupakan hakikat disiplin, nilai agama tidak boleh dipisahkan dari setiap aktivitas manusia peranan nilai-nilai keagamaan itu juga dijadikan bagian penting dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, mengamalkan nilai kebenaran agama yang diarahkan membina disiplin nasional itu wajib, sebagaimana manusia Indonesia mengamalkan Pancasila.

2.5 Kerangka Pikir Teoritis
Untuk menjabarkan hubungan antara upaya-upaya yang dilakukan dan hambatan dalam pencapaian produktivitas kerja, maka dapat dilihat seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Teoriti

2.6 Hipotesis
Hipotesis adalah kesimpulan, tetapi kesimpulan itu belum final masih harus dibuktikan kebenarannya (Djarwanto, 2006:98). Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1. Diduga upaya-upaya yang lakukan dapat meningkatkan produktivitas kerja perangkat Gampong dalam menjalankan tugas dan fungsinya pada Gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie..
H2. Diduga terdapat hambatan dalam meningkatkan produktivitas kerja perangkat Gampong dalam menjalankan tugas dan fungsinya pada Gampong Blang Asan Kecamatan Kota Sigli Kabupaten Pidie”. 


DAFTAR PUSTAKA

Akdon & Riduwan, 2007, Rumus dan Data Dalam Analisis Statistika, Cet 2, Alfabeta,. Bandung.

Badudu, J. Sdan Z.M,Zain. 2004. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan. Jakarta

Dwiyanto, Agus. dkk. 2002. Reformasi Budaya Reformasi di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Kajian Kebijakan dan Kependudukan Universitas Gadjah Mada.

Handayaningrat, Suwarno. 2004. Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: PT. Gunung Agung.

Manuaba, A. 2002. Penerapan Ergonomi untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Produktivitas. Seminar K3 di IPTN. Bandung: 20 Februari.

Mathis, Robert L.; & John H.Jakson. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi 9. Jakarta: Salemba Empat.

Mariun, 2003. Asas-Asas Ilmu Pemerintah, fakultas sosial dan ilmu politik UGM Yogyakarta.

Moekijat, 2008. Manajemen personalia dan sumber daya manusia. Yogyakarta: BFFE.

Ndraha, Talizhidhuhu. 2005. Dimensi – Dimensi Pemerintahan Desa. Bumi Aksara. Jakarta

Pamudji, S. 2006, Kepemimpinan Pemerintahan Di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Ravianto, J, 2005, Produktivitas dan Manajemen, Jakarta: Lembaga Sarana Informasi Usaha dan Produktivitas.

Stone 2007. Sponges Of the British Isles (”Sponge V”): A colour guide and working document. Marine Conservation Society. Belfast.

Siagian, Sondang P. 2006. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta : Rineka Cipta.

Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: FE UI.

Sinungan Muchdarsyah, Drs. 2007. Produktivitas Apa dan Bagaimana. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sulaiman Tripa. 2015, Gampong dan UU Desa, Penulis Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh. 

Suprihanto, 2002. Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan, Cetakan Kelima, Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Surbakti, Ramlan, 2009. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Widya Pustaka Utama,

Suryaningrat, Bayu. 2005. Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan. Jakarta: Rineka Cipta.

The Liang Gie. 2008. Administrasi Perkantoran Modern. Yogyakarta: Yayasan Studi Ilmu dan Teknologi.

https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pemerintahan_Aceh




No comments:

Post a Comment