BAB
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menghadapi gencarnya persaingan dalam bidang pemasaran, maka tuntutan memperkenalkan kualitas produk menjadi pertimbangan yang harus diterapkan perusahaan kepada pelanggan. Pentingnya kualitas produk menjadi keunggulan bagi suatu perusahaan di dalam meningkatkan brand image-nya untuk dapat bertahan dan survive dalam memasarkan produknya ke konsumen. Makin sering suatu produk diperkenalkan kepada konsumen dengan memperbaiki kualitas dan menjamin kualitas produk, maka pelanggan akan terus menjadikan produk tersebut sebagai produk utama dan produk unggulan pilihan pelanggan yang pada akhirnya loyalitas pelanggan terhadap produk tersebut
tinggi.
Dasar di dalam menentukan suatu brand image selama ini bertumpu kepada nilai tambah suatu produk yang diberikan melalui nama merek yang diukur dengan mengurangi utilitas atribut fisik produk dari total utilitas suatu merek. Paradigma ini masih dipegang teguh oleh pihak manajemen mengingat persaingan dengan perusahaan lain. Begitu banyak para pesaing yang melakukan persaingan dalam penjualan produk, PT. Bosowa Berlian Motor ikut mengimbangi ekspansi yang dilakukan agar lebih unggul.
Setelah dilihat dari hasil pengamatan persentase yang ditunjukkan, bahwa ternyata setiap tahun brand image produk PT. Bosowa Berlian Motor tidak mengalami peningkatan yang tinggi, tetapi cenderung mengalami fluktuatif, dan salah satu alasan penyebab dari terjadinya suatu penambahan peningkatan
penguatan merek tidak dapat terjadi, karena rendahnya kontribusi bauran promosi dalam mempengaruhi brand image produk tersebut. Lebih jelasnya ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah ini:
Secara keseluruhan menunjukkan persentase pertumbuhan penjualan produk mobil Pajero Sport pada PT. Bosowa Berlian Motor Makassar mengalami fluktuatif. Tahun 2005 sampai 2006 menunjukkan persentase pertumbuhan sebesar 19.12%, menurun pada tahun 2007 menjadi 7.35% kemudian meningkat lagi menjadi 38.24% pada tahun 2009 kemudian menurun sekitar 10.29% tahun 2010. Atas dasar itu, maka peneliti mencoba melakukan pengkajian dan penganalisaan tentang pengaruh brand image terhadap keputusan pembelian pada PT. Bosowa Berlian Motor dalam menentukan penerapan brand image berdasarkan persepsi kualitas suatu merek, loyalitas suatu merek dan kesadaran/asosiasi merek, sehingga peneliti tertarik memilih judul: ”Pengaruh Brand Image terhadap Keputusan pembelian Mobil Merek Pajero Sport pada PT. Bosowa Berlian Motor ”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Apakah brand image meliputi kualitas merek, loyalitas merek dan asosiasi merek berpengaruh terhadap keputusan pembelian mobil merek Pajero Sport pada PT. Bosowa Berlian Motor?
2. Diantara brand image tersebut, manakah yang berpengaruh dominan terhadap keputusan pembelian mobil merek Pajero Sport pada PT. Bosowa Berlian Motor?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh brand image meliputi kualitas merek, loyalitas merek dan asosiasi merek terhadap keputusan pembelian mobil merek Pajero Sport pada PT. Bosowa Berlian Motor.
2. Untuk menganalisis diantara brand image tersebut berpengaruh dominan terhadap keputusan pembelian mobil merek Pajero Sport pada PT. Bosowa Berlian Motor.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dan penelitian ini adalah :
1. Menjadi bahan pertimbangan bagi pihak perusahaan dalam menerapkan brand image untuk meningkatkan keputusan pembelian mobil merek Pajero Sport di
PT. Bosowa Berlian Motor.
2. Menjadi bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang terkait dengan penerapan brand image produk untuk meningkatkan keputusan pembelian.
3. Bagi pengembangan ilmu, sebagai tolok ukur data (benchmark data) untuk penelitian selanjutnya
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I merupakan bab pendahuluan terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori terdiri atas kajian teori yang relevan dengan penelitian terdiri atas konsep pemasaran produk, konsep brand (merek), strategi pengenalan merek produk, brand image dan keputusan pembelian serta menyajikan kerangka pikir dan hipotesis.
Bab III Metode penelitian terdiri atas tempat penelitian, metode pengumpulan data, jenis dan sumber data dan metode analisis.
Bab IV Gambaran Umum Perusahaan terdiri atas sejarah singkat dan perkembangan perusahaan beserta struktur perusahaannya.
Bab V Hasil dan Pembahasan terdiri dari uraian mengenai hasil yang diteliti dan dianalisis.
Bab VI Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran-saran yang dianggap perlu.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
Pemasaran Produk
Bernard (2006:28) menyatakan konsep pemasaran adalah mencocokkan kemampuan perusahaan dengan kebutuhan dan keinginan konsumen untuk mencapai hubungan mutualisme yang saling menguntungkan. Pengertian produk menurut Kotler (2004:19) adalah barang yang diproduksi atau dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan mutualisme konsumen berdasarkan keuntungan dan nilai tambah sesuai kegiatan transaksi dalam suatu pasar. Berarti pemasaran produk adalah suatu tindakan mencocokkan kemampuan perusahaan dalam memperoduksi suatu barang yang dapat dijual atau dibeli dalam kegiatan transaksi yang dapat menguntungkan.
Pengertian pemasaran dan aspek managemen saling terkait, menurut Kartanegara (2006:8) adalah suatu proses perencanaan dan pelaksanaan mengenai konsep harga, promosi, dan penyaluran ide-ide, barang-barang, jasa yang ditunjukkan untuk menciptakan pertukaran dengan sasaran untuk memberikan kepuasan kepada individu atau organisasi.
Konsep pemasaran adalah suatu konsep yang ditujukan untuk menciptakan adanya pertukaran atas ide, barang atau jasa dengan tujuan akhir adalah memberikan kepuasan kepada konsumen dan memberikan keuntungan kepada perusahaan berdasarkan nilai penjualan. Secara umum pemasaran adalah aktivitas manusia yang berkaitan dengan pasar. Artinya bekerja dengan pasar guna mengaktualisasikan potensi pertukaran untuk tujuan memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia.
Kotler (1997:8) pengertian manajemen pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.
Swastha (2004:5) mengemukakan bahwa pemasaran adalah proses sosial di mana individu dan kelompok mendapat apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan dan mempertukarkan produk dan nilai dengan individu atau kelompok lainnya. Jadi ukuran pasar tergantung pada banyaknya orang yang memiliki kebutuhan, mempunyai sumberdaya yang menarik bagi orang lain dan ingin menawarkan sumberdaya ini sebagai ganti atau produk yang bernilai dan dapat memuaskan kebutuhan serta keinginannya.
Shultz dalam Alma (1998:185) manajemen pemasaran adalah suatu usaha atau kegiatan yang menyalurkan barang atau jasa dari produsen ke konsumen.
Converse (1999:2) memberikan pengertian manajemen pemasaran produk adalah kegiatan pembelian dan penjualan dan termasuk di dalamnya kegiatan menyalurkan barang diantara produsen dan konsumen.
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas, diketahui
bahwa manajemen pemasaran produk adalah suatu proses sosial yang merupakan
sistem dari keseluruhan aktivitas usaha yang berorientasi pada pasar konsumen.
Manajemen pemasaran merupakan suatu proses yang dinamis, integrasi dan hasil
interaksi dari banyak kegiatan seperti transaksi barang, jasa dan lainnya yang
dimulai dengan pengembangan ide suatu produk terhadap kegiatan jual-beli.
Kotler (1997:12) terdapat lima konsep yang dianut oleh suatu perusahaan
dalam melakukan kegiatan pemasaran produk antara lain:
1. Konsep produksi, di mana konsumen akan menyukai produk yang tersedia
secara luas dan rendah harganya. Manajer-manajer pemasaran yang
berorientasi pada produksi yang tinggi dan pencapaian cakupan lokasi yang
luas.
2. Konsep produk, yaitu konsumen akan menyukai produk yang memberikan
kualitas dan prestasi yang paling baik. Manajer organisasi pada konsep ini
akan menfokuskan energi pada pembuatan produk yang baik dan perbaikan
secara terus menerus.
3. Konsep penjualan, konsumen apabila dibiarkan sendiri, biasanya tidak akan
membeli banyak produk. Oleh karena itu harus melakukan usaha penjualan
dan promosi yang gencar.
4. Konsep pemasaran, merupakan kunci untuk mencapai tujuan organisasi, yaitu
penentuan kebutuhan dan keinginan dari pasar sasaran dan pada pemberian
kepuasan yang diinginkan lebih efektif dan efisien daripada pesaing.
5. Konsep pemasaran sosial, penentuan kebutuhan, keinginan dan kepentingan
dari pasar sasaran dan untuk memberikan kepuasan yang diinginkan lebih
efektif dan lebih efisien daripada pesaing dengan cara mempertahankan dan
meningkatkan kesejahteraan konsumen dan masyarakat. Konsep ini meminta
kepada para pemasar untuk menyeimbangkan ketiga pertimbangan dalam
menentukan kebijakan pemasaran mereka, yaitu keuntungan perusahaan,
pemuasan keinginan konsumen dan kepentingan umum.
Manajemen pemasaran juga ditentukan oleh penerapan segmentasi,
targeting dan positioning. Banyak pemasar yang langsung melakukan strategi
pemasaran, sementara pasar sasarannya sendiri belum jelas, sehingga pemasar
perlu kembali memeriksa ketetapan pasar sasaran yang dipilih.
Menurut Kasali (1999:57) segmentasi pasar harus dilakukan sejak awal
yaitu sejak proses pertama dimulai pada analisis peluang pasar. Segmentasi pasar
adalah suatu proses untuk membagi-bagi atau mengelompokkan konsumen
kedalam kotak-kotak yang lebih homogen.
Ada lima keuntungan yang diperoleh dengan melakukan segmentasi pasar
yaitu mendesain produk-produk yang lebih responsif terhadap kebutuhan pasar,
memudahkan menganalisis pasar, menemukan peluang, menguasai posisi yang
superior dan kompetitif, menemukan strategi komunikasi yang efektif dan efisien
dalam bauran pemasaran.
Kasali (1999:69) menambahkan bahwa segmentasi pasar dapat berpedoman
pada karakteristik konsumen dengan melihat segmentasi geografis, demografis,
psikografis, segmentasi perilaku dan segmentasi multi atribut dalam bauran
pemasaran.
Segmentasi geografis adalah segmentasi pasar yang mengharuskan
pembagian pasar menjadi unit-unit geografis yang berbeda dari setiap daerah.
Suatu perusahaan dapat memutuskan untuk beroperasi dalam satu atau sedikit
wilayah geografisnya atau beroperasi dalam seluruh wilayah tetapi memberikan
perhatian pada variasi lokal dalam kebutuhan dan preferensi geografis dalam
bauran pemasaran.
Segmentasi demografis yaitu pasar dibagi menjadi kelompok-kelompok
demografis seperti usia, ukuran keluarga, siklus hidup keluarga, jenis kelamin,
penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, suku, kewarganegaraan dan kelas
sosial menunjang dalam bauran pemasaran.
Segmentasi psikografis mengharuskan pembeli dibagi menjadi kelompok
yang berbeda berdasarkan pengetahuan, sikap, pemakaian atau tanggapan mereka
terhadap suatu produk. Banyak pemasar yakini bahwa kejadian, manfaat, status
pemakai, tingkat pemakaian, kesetiaan, tahap kesiapan pembeli dan sikap dalam
segmentasi psikografis merupakan titik awal yang terbaik dalam membentuk
segmen pasar sesuai dalam bauran pemasaran.
Segmentasi multi atribut (geoclustering) yaitu segmen pasar yang tidak lagi
membicarakan konsumen rata-rata atau bahkan membatasi analisa hanya pada
sedikit segmen pasar dalam bauran pemasaran. Segmentasi tidak berdiri sendiri.
Segmentasi merupakan satu kesatuan dengan targeting dan positioning, yang
menandakan hubungan ini sebagai STP (segmentation, targeting, positioning).
Proses ini merupakan bagian dari kegiatan penciptaan dan penyampaian nilai
kepada konsumen. Nilai disini berarti sesuatu yang memberi
keuntungan/kenikmatan bagi konsumen karena menerima pelayanan yang baik,
harga yang sesuai, citra yang kuat, penyampaian yang tepat waktu dan
sebagainya.
Menurut Kotler (1997:265) targeting adalah suatu tindakan untuk
mengembangkan ukuran-ukuran daya tarik pasar dan memilih satu atau lebih
segmen pasar untuk dimasuki. Targeting atau menetapkan target pasar merupakan
tahap selanjutnya setelah segmentasi. Produk dari targeting adalah target market
(pasar sasaran) yaitu satu atau beberapa segmen pasar yang menjadi fokus
kegiatan pemasaran. Targeting disebut juga selecting karena marketer harus
menyeleksi. Menyeleksi disini berarti marketer harus memiliki keberanian untuk
menfokuskan kegiatannya pada beberapa bagian (segmen) dan meninggalkan
bagian lainnya.
Ada beberapa kriteria untuk memilih pasar sasaran yang optimal yaitu: (i)
harus responsif terhadap produk dan program pemasaran yang dikembangkan, (ii)
potensi penjualan harus cukup luas. Artinya, semakin besar pasar sasaran semakin
besar nilainya. Besar pasar sasaran ditentukan oleh daya beli dan keinginan pasar
untuk memiliki produk tersebut, (iii) pertumbuhan memadai, pasar tumbuh
perlahan-lahan sampai akhirnya meluncur dengan pesat dan mencapai titik
kedewasaan dan (iv) jangkauan media, pasar sasaran dapat dicapai dengan
optimal kalau marketer tepat memilih media untuk mempromosikan dan
memperkenalkan produknya.
Setelah pasar sasaran dipilih dan produk yang dibutuhkan dirancang kini
tiba giliran memposisikan produk itu ke dalam pemikiran calon konsumen. Ini
merupakan suatu hal yang harus dilakukan dengan perencanaan yang matang dan
langkah yang tepat. Positioning bukanlah bagian dari strategi produk melainkan
komunikasi. Positioning berhubungan dengan bagaimana menempatkan produk
itu ke dalam pemikiran konsumen yang telah ditargetkan.
Menurut Kotler (1997:295) positioning adalah tindakan yang dilakukan
marketer untuk membuat citra produk dan hal-hal yang ingin ditawarkan kepada
pasarnya berhasil memperoleh posisi yang jelas dan mengandung arti dalam
benak konsumen. Jadi positioning berhubungan dengan bagaimana memperoleh
posisi yang jelas dan mengandung arti dalam benak konsumen. Positioning justru
dilakukan karena adanya persaingan baik dalam kategori produk sejenis maupun
produk yang berbeda.
Kasali (1999:85) positioning adalah strategi komunikasi untuk memasuki
jendela otak konsumen agar produk/merek/nama anda mengandung arti tertentu
yang dalam beberapa segi mencerminkan keunggulan terhadap produk lain dalam
bentuk hubungan asosiatif.
Positioning harus diungkapkan dalam bentuk suatu pernyataan yang harus
mewakili citra produk yang hendak dicatat dalam benak konsumen, sehingga
produk tersebut dinyatakan dengan mudah, enak didengar dan harus dipercaya.
Konsep Brand (Merek)
Merek saat ini telah menjadi aset perusahaan yang paling bernilai. Selain
sangat membantu dalam penetrasi pasar, merek yang kuat juga menciptakan
loyalitas. Perusahaan atau produk yang memiliki merek yang kuat cenderung
lebih mudah memenuhi kebutuhan dan keinginan sesuai dengan persepsi
konsumen (Susanto, 2008:14)
Aaker (2004:9) merek adalah nama atau simbol yang bersifat membedakan
(seperti logo, cap atau kemasan), yang membedakannya dari barang atau jasa
yang dihasilkan oleh kompetitor, serta melindungi konsumen maupun produsen
dari para kompetitor yang berusaha memberikan produk-produk yang tanpa
identik.
Merek adalah identifikasi yang berupa nama atau simbol yang
mempengaruhi proses pemilihan suatu produk atau jasa yang membedakannya
dari produk pesaing serta mempunyai nilai bagi pembeli dan penjualnya.
American Marketing Association (Kotler, 2004:460) menyatakan bahwa merek
adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi dari hal-hal
tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari
seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk
pesaing.
Merek bukan sekedar nama, istilah, tanda atau simbol saja, lebih dari itu,
merek merupakan sebuah janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan
gambaran, semangat dan pelayanan kepada konsumen. Pengelolaan merek
membutuhkan perspektif jangka panjang dan dikelola secara aktif setiap waktu
dengan merek atau jika dibutuhkan dengan revitalisasi merek.
Susanto dan Wijanarko (2004:2) menyatakan bahwa dalam menghadapi
persaingan yang ketat, merek merupakan suatu pembeda yang jelas, bernilai dan
berkesinambungan, menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan dan sangat
membantu strategi pemasaran.
Kotler (1997:71) menyatakan bahwa suatu perusahaan memiliki lima
pilihan strategi merek yaitu perluasan lini (line extension), merek (brand), multi
merek (multi brand), merek baru (new brand) dan merek bersama (co-brand).
Merek terjadi jika perusahaan memperkenalkan unit produk tambahan
dalam kategori produk yang sama dengan merek yang sama, biasanya dengan
tampilan baru seperti rasa, bentuk, warna baru, tambahan, ukuran kemasan dan
lainnya. Merek terjadi jika perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek
yang sudah ada pada produknya dalam satu kategori baru. Merek atau
ekstensifikasi merek memberikan keuntungan karena merek baru tersebut
umumnya lebih cepat diterima (karena sudah dikenal sebelumnya). Hal ini
memudahkan perusahaan memasuki pasar dengan kategori produk baru. Merek
menghemat banyak biaya iklan yang biasanya diperlukan untuk membiasakan
konsumen dengan suatu merek baru (Kotler, 1997:72).
Multi merek terjadi apabila perusahaan memperkenalkan berbagai merek
tambahan dalam kategori produk yang sama. Tujuannya adalah untuk membuat
kesan, feature serta daya tarik yang lain kepada konsumen, sehingga lebih banyak
pilihan. Merek baru dilakukan apabila perusahaan tidak memiliki satu merek pun
yang sesuai dengan produk yang akan dihasilkan atau citra dari merek tersebut
tidak membantu untuk produk baru. Sedangkan merek bersama adalah
kecenderungan yang terjadi saat ini yaitu dengan meningkatkan strategi cobranding
(kerjasama merek) yang terjadi apabila dua merek terkenal digabung
dalam satu penawaran dengan tujuan agar merek yang satu dapat memperkuat
merek yang lain sehingga menarik minat konsumen (Kotler, 1997:73).
Brand (merek) adalah penggunaan sebuah merek yang telah mapan pada
suatu kelas produk atau jasa untuk memasuki kelas produk atau jasa lain. Merek
atau ekstensifikasi merek merupakan strategi alamiah bagi perusahaan yang
sedang tumbuh dan mengeksploitasi asetnya (Aaker, 2004:255).
Keller (1993:43) menyatakan bahwa merek atau ekstensifikasi merek
adalah keinginan seseorang untuk melanjutkan menggunakan suatu merek atau
tidak. Pengukuran dari merek sangatlah berhubungan dengan kesetiaan dan
bagian pengukuran dari pengguna baru menjadi pengguna yang setia.
Merek dilakukan dengan cara menggunakan aset untuk penetrasi pada
kategori produk baru atau memberi lisensinya kepada produk lain atau
mengakuisisi sebuah perusahaan yang mempunyai merek yang bisa dijadikan
landasan bagi perusahaan (Decker, 2004:141).
Keller (2003:98) menyatakan bahwa merek secara umum dibedakan
menjadi dua kategori yaitu perluasan lini (line extension) dan perluasan kategori
(category extension). Perluasan lini artinya perusahaan membuat produk baru
dengan menggunakan merek lama yang terdapat pada merek induk. Meskipun
target pasar produk yang baru tersebut berbeda, tetapi kategori produknya sudah
dilayani oleh merek induk. Sedangkan perluasan kategori artinya perusahaan tetap
menggunakan merek induk yang lama untuk memasuki kategori produk yang
sama sekali berbeda dari yang sedang dilayani oleh merek induk.
Penerapan ekstensifikasi merek bagi suatu perusahaan memiliki keuntungan
dan kerugian. Keller (2003:455) menyatakan bahwa keuntungan ekstensifikasi
merek ada dua yaitu memfasilitasi penerimaan produk dan menyediakan manfaat
timbal balik pada merek asal. Memfasilitasi penerimaan produk dilakukan
dengan:
a. Mengurangi risiko yang dirasakan konsumen;
b. Meningkatkan kemungkinan memperoleh distribusi dan trial;
c. Meningkatkan efisiensi pengeluaran promosi;
d. Mengurangi biaya perkenalan dan program pemasaran lanjutan;
e. Menghindari biaya pengembangan merek baru untuk melakukan riset
konsumen yang diperlukan dan mempekerjakan personal yang
berketerampilan untuk mendesain nama merek yang berkualitas, logo, simbol,
pengemasan, ciri dan slogan yang bisa sangat mahal dan tidak ada jaminan
sukses;
f. Efisiensi pengemasan dan pelabelan;
g. Mengijinkan konsumen untuk mencari variasi.
Menyediakan manfaat timbal balik pada merek asal yaitu dengan memperjelas
arti merek, meningkatkan citra merek, membawa pelanggan baru ke dalam brand
franchise, mengaktifkan kembali merek dan mengijinkan merek berikutnya.
Keller (2003:456) menambahkan bahwa kerugian dari ekstensifikasi merek
ada 8 (delapan) yaitu: 1) membingungkan atau menyebabkan konsumen frustasi,
2) mengancam ketahanan retailer, 3) merusak citra merek, 4) sukses tetapi
mengkanibalisasi penjualan merek asal, 5) sukses tapi mengurangi identifikasidengan satu kategori lain, 6) sukses tapi merusak citra merek asal, 7) merusak arti
merek dan 8) membatalkan kesempatan mengembangkan merek baru.
Tahap-tahap dalam melakukan ekstensifikasi merek dilakukan dengan
mengidentifikasi asosiasi-asosiasi merek, mengidentifikasi produk-produk yang
berkaitan dengan asosiasi merek dan memilih calon terbaik dari daftar produk
tersebut untuk menguji konsep dan pengembangan produk baru (Keller,
2003:457).
Strategi Pengenalan Merek Produk
Kotler (1999:128) menyatakan strategi bauran promosi adalah strategi yang
memberikan distribusi yang optimal dari setiap metode promosi. Tugas tersebut
tidaklah mudah, mengingat efektifitas masing-masing metode berbeda dan yang
paling repot, setiap metode kadang-kadang tumpang tindih (overlap) dengan
metode yang lain.
Tjiptono (2004:235) strategi bauran promosi adalah strategi mengenai
produk, pasar, pelanggan, anggaran, dan bauran pemasaran sebagai faktor-faktor
yang menentukan bauran promosi. Lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Faktor Produk
Faktor produk yaitu mempertimbangkan karakteristik dan cara produk
itu dibeli, dikonsumsi dan dipersepsikan. Apabila produk itu adalah produk
industri yang bersifat sangat teknis, personal selling paling tepat untuk
mempromosikannya, karena penjual harus memberikan penjelasan-penjelasanteknis dan menjawab pertanyaan-pertanyaan pelanggan. Sebaliknya untuk
produk konsumen ada beberapa pendekatan. Untuk convenience product yang
sifat distribusinya intensif, mass selling adalah metode promosi yang efektif.
Untuk shopping product yang mana pembeli harus memilih, perusahaan harus
menggunakan promosi penjualan. Sedangkan untuk specialty product dan
unsought product, perusahaan harus menggunakan personal selling.
Apabila pelanggan memandang risiko pembelian suatu produk tinggi,
penekanan promosi adalah pada personal selling. Untuk produk yang tahan
lama (durable goods), karena lebih jarang dibeli daripada produk-produk yang
tidak tahan lama (nondurable goods) dan memerlukan komitmen tinggi
terhadap sumber-sumber, maka personal selling lebih efektif daripada iklan.
Sedangkan untuk produk yang dibeli dalam jumlah kecil dan sering dibeli
(membutuhkan pengambilan keputusan yang rutin), perusahaan harus lebih
memilih iklan daripada personal selling.
2. Faktor Pasar
Tahap-tahap product life cycle (PLC) dalam faktor pasar terdiri dari
tahap perkenalan, pertumbuhan, kedewasaan dan penurunan. Pada tahap
perkenalan, penekanan utama untuk produk konsumen adalah pada iklan,
guna menginformasikan keberadaan produk dan menciptakan permintaan
awal, yang didukung oleh personal selling dan promosi penjualan. Untuk
produk industrial, hanya personal selling yang cocok untuk tahap ini.Pada tahap pertumbuhan, karena adanya peningkatan permintaan dan
masuknya pesaing ke dalam industri, maka bagi produk konsumsi metodemetode
promosinya harus digeser pada iklan saja. Di lain pihak, iklan dan
personal selling digunakan untuk produk industri pada tahap ini. Pada tahap
kedewasaan, iklan dan promosi penjualan dibutuhkan untuk membedakan
produk perusahaan (produk konsumen) dari milik pesaing, sedangkan
personal selling semakin intensif dilakukan untuk mempromosikan produk
industrial. Dan pada tahap penurunan, promosi penjualan mungkin diperlukan
untuk memperlambat penurunan penjualan produk.
Pada produk-produk tertentu, jika pangsa pasar tinggi, perusahaan harus
menggunakan iklan dan personal selling bersama-sama, karena pangsa pasar
yang tinggi menunjukkan perusahaan melayani beberapa segmen dan saluran
distribusi ganda. Sebaliknya, jika pangsa pasarnya rendah, penekanan
hendaknya diberikan pada iklan atau personal selling (tergantung pada
produknya).
Dalam faktor pasar, iklan lebih cocok digunakan di dalam industri yang
jumlah perusahaannya sedikit. Hal ini dikarenakan iklan yang besar-besaran
dapat menjadi hambatan masuk ke dalam industri, dan iklan yang besarbesaran
tersebut dapat digunakan sebagai jaminan kualitas produk dan
mengurangi ketidakpastian pelanggan terhadap produk baru.
Apabila persaingan sangat ketat, ketiga metode promosi (personal
selling, mass selling dan promosi penjualan) dibutuhkan untukmempertahankan posisi produk. Sebaliknya pada persaingan yang terbatas,
penekanan promosi dapat hanya pada mass selling atau personal selling saja.
3. Faktor Pelanggan
Pelanggan rumah tangga lebih mudah dipikat dengan iklan, karena
untuk mencapai pelanggan, metode tersebut paling murah, sedangkan jika
sasaran yang dituju adalah pelanggan industri, maka perusahaan harus
menggunakan personal selling agar dapat memberi penjelasan dan jasa-jasa
tertentu yang berkaitan dengan produk.
Ada dua strategi yang digunakan untuk faktor pelanggan dalam strategi
bauran promosi yaitu push strategy dan pull strategy. Push strategy adalah
aktivitas promosi produsen kepada perantara (biasanya dengan personal
selling dan trade promotion), dengan tujuan agar para perantara itu memesan,
kemudian menjual serta mempromosikan produk yang dihasilkan produsen.
Sedangkan pull strategy yaitu aktivitas promosi produsen kepada konsumen
akhir (biasanya dengan iklan dan consumer promotion) dengan tujuan agar
mereka mencarinya pada para perantara, yang pada gilirannya kemudian
perantara memesan produk yang dicari konsumen kepada produsen.
4. Faktor Anggaran
Jika perusahaan memiliki dana promosi yang besar, maka peluangnya
untuk menggunakan iklan yang bersifat nasional juga besar. Sebaliknya bila
dana yang tersedia terbatas, maka perusahaan dapat memilih personal
selling, promosi penjualan atau iklan bersama di dalam wilayah lokal atau
regional5. Faktor Bauran Pemasaran
Pada faktor bauran pemasaran, harga yang tinggi sering dianggap
pelanggan berkorelasi positif dengan kualitas yang juga tinggi. Dalam kasus
demikian, maka penggunaan iklan lebih tepat untuk mengkomunikasikan
kualitas dari produk-produk yang harganya mahal.
Jika pendistribusian dilakukan secara langsung, maka karakteristiknya
mensyaratkan penggunaan personal selling, sedangkan bila secara tidak
langsung, maka dibutuhkan iklan karena terbatasnya jumlah armada penjual
yang dipakai. Sebagaimana halnya dengan produk, merek juga memiliki daur
hidup. Pada tahap perkenalan, suatu merek baru memerlukan iklan yang
gencar untuk memperkenalkannya. Memasuki tahap pertumbuhan, iklan harus
dikombinasikan dengan personal selling. Setelah tahap ini segala aktivitas
promosi mulai menurun, sehingga pada tahap kedewasaan pemasar dapat
menerapkan life-extension strategy, harvest atau memperkenalkan merek baru
lagi.
Brand Image
Brand adalah identifikasi yang berupa nama atau simbol yang
mempengaruhi proses pemilihan suatu produk atau jasa yang membedakannya
dari produk pesaing serta mempunyai nilai bagi pembeli dan penjualnya.
American Marketing Association (Kotler, 2002:460) menyatakan bahwa brand
atau merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi dariBrand bukan sekedar nama, istilah, tanda atau simbol saja, lebih dari itu,
brand merupakan sebuah janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan
gambaran, semangat dan pelayanan kepada konsumen. Pengelolaan brand atau
merek membutuhkan perspektif jangka panjang dan dikelola secara aktif setiap
waktu dengan penguatan merek atau jika dibutuhkan dengan revitalisasi merek.
Susanto dan Wijanarko (2004:2) menyatakan bahwa dalam menghadapi
persaingan yang ketat, merek yang kuat merupakan suatu pembeda yang jelas,
bernilai dan berkesinambungan, menjadi ujung tombak bagi daya saing
perusahaan dan sangat membantu strategi pemasaran.
Keller (1993:43) menyatakan bahwa brand image adalah keinginan
seseorang untuk melanjutkan menggunakan suatu brand atau tidak. Pengukuran
dari brand image sangatlah berhubungan kuat dengan kesetiaan dan bagian
pengukuran dari pengguna baru menjadi pengguna yang setia.
Beberapa pengertian brand image yang dikemukakan oleh beberapa ahli,
yang pertama Susanto dan Wijanarko (2004:127), brand image adalah
seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama
dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu
barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan.East (1997:29) menyatakan bahwa “brand image or brand strength is the
control on purchase exerted by a brand, and by virtue of this, the brand as an
asset that can be exploited to produce revenue”. Brand image atau kekuatan
merek adalah kontrol dari pembelian dengan menggunakan merek, dan kebaikan
dari merek, merek sebagai aset yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan
pendapatan.
Kotler dan Armstrong (2004:292) menyatakan bahwa “brand image is the
positive differential effect that knowing the brand name has on customer response
to the product or service”. Artinya, ekuitas merek adalah efek diferensiasi yang
positif yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa. Jadi
brand image adalah kekuatan suatu brand yang dapat menambah atau mengurangi
nilai dari brand itu sendiri yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap
barang atau jasa yang dijual.
Susanto dan Wijanarko (2004:40-41) menyatakan bahwa brand image
dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori:
1. Brand awareness yaitu kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali
atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori
merek tertentu.
2. Perceived quality yaitu persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang
diharapkan.3. Brand association yaitu sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai
sebuah produk. Asosiasi ini tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu
tingkat kekuatan. Keterikatan pada suatu merek akan lebih kuat apabila
dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk
mengkomunikasikannya.
4. Brand loyalty yaitu ukuran kesetiaan seorang pelanggan pada sebuah merek.
Kotler (2002:154) menyebutkan bahwa brand image adalah brand asset
dan liability yang berhubungan dengan sebuah merek tertentu. Hal ini berkaitan
dengan tingkat pengakuan merek, mutu merek yang diyakini, asosiasi mental dan
emosional yang kuat, serta aktiva lain seperti hak paten, merek dagang dan
hubungan saluran distribusi. Keuntungan kompetitif yang dapat diperoleh dari
tingginya brand image adalah:
1. Merek tersebut memberikan pertahanan terhadap persaingan harga yang
kompetitif.
2. Lebih mudah meluncurkan perluasan merek karena kredibilitasnya yang
tinggi.
3. Mampu menetapkan harga yang lebih tinggi dari pesaing karena terdapat
keyakinan konsumen terhadap kredibilitas barang tersebut.
4. Posisi yang lebih kuat dalam negosiasi dengan distributor dan pengecer sebab
pelanggan mengharapkan memiliki merek tersebut.5. Menikmati biaya pemasaran yang lebih kecil karena tingkat kesadaran dan
kesetiaan merek konsumen tinggi.
Pengelolaan brand image perlu dilakukan dengan cermat mengingat para
pelanggan akan sangat terikat dengan hal tersebut pada waktu akan melakukan
relationship dengan perusahaan. Oleh karenanya pemahaman pelanggan
berdasarkan brand image menjadi critical view bagi pemasar. Keller (1999:29)
menyatakan bahwa brand image berdasarkan pemahaman pelanggan adalah suatu
pemahaman yang dimiliki konsumen terhadap suatu merek sebagai bentuk respon
dari aktivitas pemasaran. Pelanggan berdasarkan brand image yang baik akan
mempengaruhi tanggapan secara positif terhadap suatu produk, harga atau
komunikasi ketika merek tersebut diidentifikasi.
Bernard (2006:1) menyatakan bahwa brand image bukan sekedar identity
tetapi brand yang memberikan added-value untuk sebuah produk. Brand image
adalah sekumpulan asset (dan liabilities) yang berkaitan dengan sebuah nama
atau simbol yang memberi nilai tambah bagi produk (termasuk jasa) untuk
perusahaan atau customer perusahaan penyedia produk atau jasa tersebut. Brand
image dibentuk oleh 5 (lima) komponen yaitu brand awareness, brand loyalty,
perceived quality, brand association dan other proprietary brand asset. Brand
awareness dan brand loyalty akan mendorong dan berkontribusi terhadap
peningkatan kinerja sales, sedangkan perceived quality, brand association serta
other proprietary brand assets memberikan added-value pada sebuah produkBrand loyalty lebih ditekankan pada users, sedangkan brand awareness,
perceived quality dan brand associations terjadi pada proses keputusan membeli
dan other proprietary brand assets lebih untuk kepentingan penciptaan
perlindungan brand dan eksklusifitas dalam kaitannya dengan competitiveness.
Komponen-komponen brand image ini secara bersama-sama akan
menggenerasikan nilai (menambah nilai).
Berdasarkan uraian-uraian di atas diketahui bahwa brand image adalah
nilai tambah atau incremental utility suatu produk yang diberikan melalui nama
mereknya yang ditentukan oleh dimensi brand image yaitu persepsi kualitas,
loyalitas merek dan kesadaran/asosiasi merek. Persepsi kualitas adalah penilaian
subyektif konsumen mengenai superioritas sebuah produk, pengalaman pribadi
terhadap produk, kebutuhan yang unik dan situasi konsumsi yang bisa
mempengaruhi penilaian subyektif konsumen terhadap kualitas.
Loyalitas merek adalah komitmen yang mendalam untuk membeli
kembali atau berlangganan produk atau jasa yang lebih disukai secara konsisten
di masa datang. Dan kesadaran/asosiasi merek adalah segala sesuatu yang
dihubungkan dengan daya ingatan konsumen terhadap suatu merek. Konstruk ini
merupakan bentuk mix dari kesadaran dan asosiasi merek. Asosiasi merek akan
menjadi lebih kuat ketika konsumen banyak mendapatkan pengalaman dariproduk atau dari komunikasi periklanan yang sering diterima dibandingkan
dengan produk lain yang lebih sedikit.
Brand image ditentukan oleh tiga hal yaitu kualitas merek, loyalitas merek
dan asosiasi merek. Aaker (2004:45) menyatakan bahwa perusahaan dalam
menerapkan brand image harus didasari oleh kualitas dari merek tersebut,
loyalitas konsumen terhadap merek dan asosisasi yang diterapkan pada merek
tersebut.
Kualitas merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk
mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari
kategori merek tertentu (Aaker dan Jacobson, 2004:94). Kesadaran merek
mengacu pada seberapa besar kesadaran konsumen dan konsumen potensial
terhadap merek dan produk – produknya. Kualitas merek berpengaruh terhadap
kemampuan pembeli potensial untuk mengenali dan mengingat bahwa suatu
merek merupakan anggota dari suatu kategori produk yang pasti.
Kualitas merek berkaitan dengan kekuatan dari suatu merek yang muncul
dalam ingatan konsumen. Tolok ukur kualitas suatu merek diukur keterkenalan
dan mudahnya konsumen mengingat suatu merek. Kualitas merek merupakan
langkah awal untuk membangun merek produk. Aspek paling penting dari
kesadaran merek adalah bentuk informasi pertama dalam ingatan.
Aaker (2004:58) membagi loyalitas merek ke dalam lima tingkatan yaitu
switcher adalah golongan yang tidak peduli pada merek, mereka suka berpindah
merek. Motivasi mereka berpindah merek adalah harga yang rendah karenagolongan ini memang sensitif terhadap harga (price sensitive switcher).
Selanjutnya habitual buyer adalah golongan yang setia terhadap suatu merek
dimana dasar kesetiaannya bukan kepuasan atau keakraban dan kebanggaan.
Satisfied buyer adalah golongan konsumen yang merasa puas dengan suatu
merek. Mereka setia, tetapi dasar kesetiaannya bukan pada kebanggaan atau
keakraban pada suatu merek tetapi lebih didasarkan pada perhitungan untung rugi
atau biaya peralihan (switching cost) bila melakukan pergantian ke merek lain.
Liking the brand adalah golongan konsumen yang belum mengekspresikan
kebanggannya pada kepada orang lain, kecintaan pada produk baru terbatas pada
komitmen terhadap diri sendiri, dan mereka merasa akrab dengan merek. Dan
commited buyer adalah konsumen yang merasa bangga dengan merek tersebut
dan mengekspresikan kebanggaannya.
Dilihat dari asosiasi merek merupakan suatu nilai mendasar sebuah merek
seringkali merupakan sekumpulan asosiasinya, dengan kata lain merupakan
makna merek tersebut bagi khalayak. Asosiasi-asosiasi menjadi pijakan dalam
keputusan-keputusan pembelian dan loyalitas merek. Menurut Simamora (2001:
82), asosiasi merek yang menciptakan nilai bagi perusahaan dan para
pelanggannya juga dapat digunakan untuk membantu memproses penyusunan
informasi, memposisikan merek, membangkitkan alasan untuk membeli,
menciptakan sikap perasaan positif dan memberikan landasan untuk perluasan.
Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian dalam berbagai pandangan para ahli, secara
eksplisit memberikan pengertian bahwa pemasaran suatu produk sangat berkaitan
dengan besarnya jumlah penawaran yang ditawarkan kepada pelanggan sesuai
tingkat kepuasan atas produk yang digunakannya.
Tjiptono (2002:118) definisi mengenai keputusan pembelian, esensinya
diterapkan dalam tiga apresiasi yaitu: pertama, tingkat penjualan yang ingin
dicapai, kedua, pasar yang ingin dikembangkan sebagai kegiatan transaksi atau
tempat melakukan transaksi dan ketiga, adalah keuntungan atas penjualan.
Ketiga esensi tersebut pada dasarnya memberikan batasan bahwa
keputusan pembelian diartikan sebagai penambahan nilai ekonomi yang
ditimbulkan melalui aktivitas penawaran produk dari berbagai perusahaan
industri yang menawarkan pembelian kepada konsumen.
McDaniel (2010:26) mengemukakan bahwa keputusan pembelian
menunjukkan nilai penawaran yang memiliki kesan sesuai dengan tingkat
kemampuan konsumen untuk membeli dan memiliki suatu produk yang
dinyatakan dengan nilai finansial atau nominal.
Sturtmant (1996:252) pengertian keputusan pembelian adalah banyaknya
jumlah omzet yang diterima akibat penawaran dan penjualan secara kontinyu dan
menguntungkan, sehingga terjadi peningkatan nilai ekonomis dari suatu kegiatan
jasa.
Annisa Andriyani (1999:19) memberikan definisi keputusan pembelian
yang berorientasi pada pertambahan omzet adalah hasil keuntungan yang
diperoleh atau dicapai sesuai dengan banyaknya produk yang ditawarkan dan
dibutuhkan oleh konsumen, banyaknya jumlah transaksi yang terjadi dan
banyaknya penawaran yang dilakukan sehingga menghasilkan keuntungan. Tentu
peningkatan penjualan akan terjadi apabila jasa yang ditawarkan tersebut
didistribusikan oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi penjualan produk.
Banyak perusahaan menerapkan tingkat penawaran optimal (omzet yang
menguntungkan) apabila memahami tiga hal yaitu penerapan positioning
penjualan, targeting penjualan dan segmentasi penjualan. Ketiga hal ini
merupakan bentuk yang sangat diperlukan dalam melakukan proses aktivitas
penjualan suatu produk yang dipromosikan.
Reni Damayanti (2008:148) kebanyakan manajer perusahaan selalu
berharap agar perusahaan yang dipimpinnya mengalami peningkatan dalam
peningkatan keputusan pembelian dibandingkan dengan perusahaan lainnya.
Harapan tersebut tidak akan menjadi kenyataan apabila para manajer tidak
bertindak dengan jeli dan konsisten dalam memecahkan persoalan strategi
pemasaran yang harus diterapkannya, agar omzet keputusan pembelian
ditingkatkan.
Menghadapi persaingan yang semakin ketat, Kartanegara (2009:46)
menyatakan bahwa setiap perusahaan dipaksa untuk mampu berkompetitif secara
sehat dalam mempertahankan peningkatan keputusan pembelian. Keputusanpembelian tersebut seyogyanya diperlukan dan diperkokoh berdasarkan posisi
perusahaan dalam meningkatkan trend penjualannya yang sesuai dengan
segmentasi, targeting dan positioning pasar.
Triyadi (2002:133) bahwa tujuan dari suatu perusahaan adalah
mempertahankan dan meningkatkan penjualan. Penerimaan tersebut akan
komparatif dengan jumlah total penerimaan yang diperoleh dalam mencapai
profit (keuntungan) yang diinginkan oleh perusahaan.
Peningkatan keputusan pembelian dari pelanggan bagi perusahaan sangat
penting untuk mengukur keberhasilan para manajer atau merupakan indikasi
berhasil tidaknya perusahaan dalam persaingannya. Pemasaran yang tidak
berhasil akan mengakibatkan fungsi-fungsi lain dalam perusahaan tidak berarti.
Karena itu, menjadi suatu tujuan dari setiap perusahaan dalam meningkatkan
penjualannya. Dan salah satu yang sangat berpengaruh terhadap penjualan adalah
adanya faktor-faktor distribusi yang mempengaruhi peningkatan keputusan
pembelian produk perusahaan dalam melakukan suatu pengambilan keputusan.
Keputusan pembelian yang meningkat akan menggambarkan adanya
keuntungan atau perolehan manfaat dalam mengembangkan perusahaannya atau
meningkatkan suatu produk ke jenjang pemenuhan tingkat pencapaian hasil yang
diraih oleh perusahaan.
Kotler (2007:168) menyatakan bahwa perolehan peningkatan penjualan
yang tinggi akan terpenuhi apabila: (i) kekuatan-kekuatan dari luar perusahaan
dapat memberikan keuntungan, (ii) kinerja perusahaan secara rata-rata mengalamipeningkatan setiap periode waktu, (iii) setiap keputusan pembelian perusahaan
tidak mengalami penurunan, (iv) setiap omzet perusahaan meningkat sesuai
dengan besarnya jumlah pelanggan, (v) tidak terpengaruh oleh faktor-faktor yang
kurang komparatif dalam mempengaruhi keputusan pembelian yang diterima.
Mengukur peningkatan keputusan pembelian dengan menggunakan
metode aplikasi terhadap total penjualan yang diterima adalah total penjualan
yang diterima oleh perusahaan berbanding dengan total biaya yang dikeluarkan
oleh perusahaan dalam proses pengoperasian produk tersebut sampai ke tangan
konsumen. Hasil akumulasi antara total penerimaan berbanding dengan
pengeluaran x 100% merupakan nilai penjualan yang diterima oleh perusahaan.
Dengan menggunakan metode perhitungan bahwa keputusan pembelian
yang diterima adalah besarnya total pengeluaran dibanding dengan total
penerimaan x 100% adalah jumlah penjualan yang diterima oleh suatu
perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka diketahui bahwa peningkatan
keputusan pembelian yang diterima oleh suatu perusahaan sangat ditentukan oleh
besarnya jumlah total penerimaan yang diterima dari transaksi produk berbanding
dengan besarnya jumlah pengeluaran dari biaya yang dikeluarkan oleh suatu
perusahaan dalam memperoleh keuntungan yang komparatif.
Kerangka Pikir
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, berikut kerangka pikir penelitian disajikan dilembar selanjutnya:
Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan uraian di atas, hipotesis yang diajukan
adalah sebagai berikut:
1. Ada pengaruh brand image meliputi kualitas merek, loyalitas merek dan asosiasi merek terhadap keputusan pembelian mobil Pajero Sport
2. Diantara brand image tersebut, asosiasi merek yang berpengaruh dominan
terhadap keputusan pembelian mobil Pajero Sport
Motor.
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David. A. 2004. Building Strong Brands. New York: The Free Press
Aaker, David. A dan Jacobson, 2004. Building of Brands. New York: The Free Press
Alma, Buchari, 1998. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Penerbit CV. Alfabeta, Bandung.
Ancok, Djamaluddin, dan Singarimbun, 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta : LP3ES.
Annisa Andriyani, 1999. Metode Peningkatan Penjualan Produk. Penerbit Buana Ilmu, Surabaya.
Bernard, T. Widjaja, 2006. 10 Fenomena Brand. Jurnal Bisnis. http://www.labora.ac.id/?buka=jurbisutama&id
Cipto, Mangukusumo, 2000. Penjualan Penjualan langsung dalam Pemasaran Produk. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.
Converse, William, 1999. Marketing. Third Edition, Richard D. Irwin, USA.
Decker, HB, 2004. Product and Service in Marketing. Published by Jessey Press, New York.
East, R., 1997. Consumer Behavior. Published of Prentice Hall, London.
Kartanegara, 2006. Penjualan dan Pemasaran Produk. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Kasali, P, 1999. Metode Pengembangan Produk dan Meningkatkan Penjualan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Keller, K.L., 1993. Conceptualizing, Measuring and Managing Customer Based
Brand equity. Published of Prentice Hall, New Jersey.
--------------, 1999. Managing Brands For The Long Run: Brand Reinforcement and Revitalizaiton Strategies. Spring Vol. 41 No. 3, California Management Review.
-------------------, 2003. Managing Customer Based Brand equity. Published of Prentice Hall, New Jersey.
Kotler, Philip, 1997. Manajemen Pemasaran, Analisis Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Edisi 9 PT. Prenhallindo, Jakarta.
--------------------, 2002. Marketing Management. The Millennium Edition. Prentice Hall, Inc. New Jersey.
--------------------, 2004. Manajemen Pemasaran. Edisi 1 dan 2. Penerbit Prenhallindo, Jakarta.
Kotler, P., & Armstrong, G., 2004. Principles of Marketing. 10th ed. Published of Prentice Hall, New Jersey.
Kotler, Philip. 2007. Marketing Strategy: A Problem Solve by Marketer. Prentice Hall, New York.
McDaniel, Steband, 2010. Marketing and Solve Problem. Published by Ohio Press.
Reni Damayanti, 2008. Sosialisasi Merek Produk dan Jasa. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Simamora, Henry, 2001. Pemasaran Produk dan Jasa. Penerbit Gramedia Pustaka, Jakarta.
Stoner, J.A.F. R.E. Freeman, 2003. Management in Marketing and Strategy
Planning. 6th ed. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall, Inc.
Sturtmant, 1996. Management Marketing. Prentice Hall, New York.
Susanto, A.B., & Wijanarko, H., 2004. Power Branding: Membangun Merek Unggul
dan Organisasi Pendukungnya. Penerbit Quantum Bisnis dan Manajemen, Jakarta.
Susanto, A.B., 2008. Membangun Merek Produk. Penerbit Quantum Bisnis dan Manajemen, Jakarta.
Swastha, Basu., 2004. Manajemen Pemasaran. Bandung: Remaja Karya.
Tjiptono, Fandy, 2002. Strategi Pemasaran. Penerbit Andi, Yogyakarta.
------------------, 2004. Strategi Pemasaran. Edisi Revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Triyadi, DT., 2002. Aspek-aspek Pengaruh Keputusan Pembelian Produk. Penerbit Eka Persada, Jakarta
No comments:
Post a Comment