Redirect SKRIPSI TERBARU: Pengertian Kualitas Pelayanan Menurut Para Ahli Terbaru

Friday, October 16, 2015

Pengertian Kualitas Pelayanan Menurut Para Ahli Terbaru


Pengertian Kualitas Pelayanan Menurut Para Ahli Terbaru

Defenisi kualitas pelayanan terpusat pada upaya pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen. Parasuraman dan pujawan (1997) yang dikutip dalam hanif mauludin (2004) mengemukanan bahwa “kualitas pelayanan merupakan ukuran penilaian menyeluruh atas tingkat suatu pelayanan yang baik.” Sedangkan Gronroos dalam pujawan (1997) yang dikutip masih dalam Hanif Mauludin (2004) mendefinisikan “kualitas pelayanan sebagai hasil persepsi dari perbandingan antara harapan pelanggan dengan kinerja actual pelayanan.” Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service (pengalaman yang diharapkan) dan perceived service (pelayanan yang diterima).
Sementara itu, menurut Gronroos yang dikutip dalam fandy tjiptono (1998:60), mengatakan bahwa kualitas total suatu jasa terdiri dari 3 komponen utama, yaitu:
1. Technical Quality
Yang berkaitan dengan kualitas output jasa yang diterima pelanggan. Komponen ini dapat dijabarkan lagi menjadi 3 jenis yang meliputi:
a. Search quality, dapat dievaluasikan sebelum dibeli, misalnya harga.
b. Experince quality, hanya bisa dievaluasikan setelah dikonsumsi, contohnya ketepatan waktu, kecepatan layanan dan kerapihan hasil.
c. Credence quality, sukar dievaluasikan pelanggan sekalipun telah mengkonsumsi jasa, misalnya kualitas operasi bedah jantung.
2. Functional quality
     Yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian jasa
3. Coorporate image
    Berupa profil, reputasi, citra umum dan daya tarik khusus suatu perusahaan.
Karena kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan dari keinginan konsumen serta ketetapan dalam penyampaiannya, maka Zeithaml dan Bitner (1996:34), mengatakan bahwa: “kualitas pelayanan adalah penyampaian pelayanan secara utama dihubungkan dengan kepuasaan pelanggan.”
Berdasarkan pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa apabila jasa yang diterima oleh pelanggan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan akan dipersepsikan baik/ideal, dan sebaliknya jika pelayanan yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan konsumen, maka kualitas pelayanan akan dipersepsikan sangat jelek/kurang ideal, sehingga kebutuhan dan keinginan konsumen merasa belum terpenuhi/terpuaskan.
Dimensi Kualitas Jasa/Pelayanan
Menurut parasuraman yang dikutip dalam Fandy Tjiptono (2002:70), di dalam mengevaluasi kualitas pelayanan perusahaan yang dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan strategi dan analisis, adapun dimensi-dimensi tersebut adalah sebagai berikut:
  • Bukti langsung (tangibles), segala fasilitas fisik termasuk perlengkapan yang nampak dimata konsumen. Seperti lokasi, kebersihan ruangan, tempat parkir, keterampilan pegawai dan sarana komunikasi .
  • Empati (empathy), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para konsumen.
  • Kehandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan  pelayanan sesuai yang di janjikan terpercaya dan akurat, konsisten dan sesuai pelayanan.
  • Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan dari para staf dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan cepat.
  • Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
  • Hampir serupa dengan yang diutarakan oleh Fandy Tjiptono, Djaslim Saladin (2002:91) menyatakan 
 
10 faktor dalam service quality:
  • Kesiapan sarana jasa .
  • Komunikasi harus baik.
  • Karyawan harus terampil.
  • Hubungan baik dengan konsumen.
  • Karyawan harus berorientasi pada konsumen.
  • Harus nyata.
  • Cepat tanggap.
  • Keamanan konsumen terjaga.
  • Harus bisa dilihat.
  • Memahami keinginan konsumen.
Umtuk keperluan penelitian ini, maka pengukuran terhadap kualitas pelayanan kantor pos ini akan digunakan kelima dimensi kualitas pelayanan yang dikemukakan oleh Parasuraman. Karena dimensi yang dikembangkan merupakan dimensi yang paling populer dan banyak digunakan bagi penelitian kualitas pelayanan.

Faktor-Faktor Penyebab Buruknya Kualitas Pelayanan
Menurut Fandy tjiptono (2002:85) ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kualitas suatu jasa menjadi buruk, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Produk dan konsumsi yang terjadi secara simultan
 Salah satu karakteristik jasa yang paling penting adalah jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan sehingga dalam memberikan jasa dibutuhkan kehadiran partisipasi pelanggan/konsumen. Akibatnya timbul masalah-masalah sehubungan dengan adanya interaksi antara produsen dan konsumen jasa, yang disebabkan karena tidak terampil dalam melayani pelanggan, penampilan yang tidak sopan, kurang ramah, cemberut, dan lain-lain.
2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi
Keterlibatan tenaga kerja yang intensif dalam penyampaian jasa dapat menimbulkan masalah dalam kualitas, yaitu tingkat variabilitas yang tinggi disebabkan oleh tingkat upah dan pendidikan karyawan yang masih relative rendah, kurangnya perhatian, dan tingkat kemahiran karyawan yang tinggi.
3. Dukungan terhadap pelanggan internal yang kurang memadai
Karyawan yang berada di garis depan merupakan ujung tombak dari system pemberian jasa. Supaya mereka dapat memberikan jasa yang efektif maka mereka perlu mendapatkan pemberdayaan dan dukungan dari fungsi-fungsi utama  menejemen sehingga nantinya mereka dapat mengendalikan dan menguasai cara melakukan pekerjaan, sadar dan konteks dimana pekerjaan dilaksanakan, bertanggung jawab atas output kinerja pribadi, bertanggung jawab bersama atas kinerja unit dan organisasi, keadilan dalam distribusi balas jasa berdasarkan kinerja dan kinerja kolektif.
4. Kesenjangan komunikasi
Komunikasi merupakan faktor yang esensial dalam kontrak dengan karyawan.Jika terjadi gap dalam komunikasi, maka akan timbul penilaian dan persepsi yang negative terhadap kualitas pelayanan. Kesenjangan komunikasi dalam pelayanan meliputi: memberikan janji yang berlebihan sehingga tidak dapat memenuhinya, kurang menyajikan informasi yang baru kepada pelanggan, pesan kurang dipahami pelanggan, dan kurang tanggapnya perusahaan terhadap keluhan pelanggan.
5. Memperlakukan pelanggan dengan cara yang sama.
Para pelanggan adalah manusia yang bersifat unik karena mereka memiliki perasaan dan emosi. Dalam hal melakukan interaksi dengan pemberi jasa tidak semua pelanggan bersedia menerima layanan jasa yang seragam. Sering terjadi pelanggan menuntut jasa yang bersifat personal dan berbeda dengan pelanggan yang lainnya, sehingga hal ini merupakan tantangan bagi perusahaan agar dapat memahami kebutuhan pelanggan secara khusus.
6. Perluasan dan pengembangan pelayanan secara berlebihan
Memperkenalkan jasa baru untuk memperkaya jasa yang telah ada agar dapat menghindar adanya pelayanan yang buruk dan meningkatkan peluang pemasaran, kadang-kadang menimbulkan masalah disekitar kualitas jasa dan hasil yang diperoleh tidak optimal.
7. Visi bisnis jangka pendek
Visi bisnis dalam jangka pendek dapat merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk dalam jangka panjang. Misal kebijakan suatu bank untuk menekan biaya dengan mengurangi jumlah teller yang menyebabkan semakin panjang antrian di bank tersebut.

Mengelola Mutu pelayanan/Jasa
Sebuah perusahaan jasa dapat memenangkan persaingan dengan menyampaikan secara konsisten layanan yang bermutu lebih tinggi dibandingkan para pesaing dan yang lebih tinggi dari pada harapan pelanggan.
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Kotler (2002:498), telah membentuk model mutu jasa yang menyoroti syarat-syarat utama dalam memberikan mutu jasa yang tinggi. Model itu mengidentifikasi 5 kesenjangan yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu sebagai berikut:
1) Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen: manajemen tidak selalu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan. Pengurus kantor pos mungkin berpikir bahwa konsumen pelayanan yang lebih baik, tetapi konsumen mungkin lebih mementingkan daya tanggap pegawainya.
2) Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi mutu jasa: manajemen mungkin memahami secara tepat keinginan pelanggan tetapi menetapkan satu kumpulan standar kinerja tertentu.
3) Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dan penyampaian jasa: para petugas mungkin kurang terlatih, tidak mampu atau tidak mau memenuhi standar. Atau mereka dihadapkan pada standar yang berlawanan, seperti menyediakan waktu untuk mendengarkan para pelanggan dan melayani mereka dengan cepat.
4) Kesenjangan antara penyampaian jasa dan kumunikasi eksternal: harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat para petugas perusahaan. Jika petugas kantor pos memperlihatkan keramahan terhadap konsumen pada saat datang kekantor pos tersebut.
5) Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan: kesenjangan itu terjadi bila pelanggan memiliki persepsi yang keliru tentang mutu jasa tersebut. Petugas memberi tahukan terhadap pelanggan /konsumen tentang mutu jasa tersebut.

Strategi Meningkatkan Kualitas Pelayanan
Meningkatkan kualitas pelayanan merupakan hal yang sangat penting agar dapat menghadapi persaingan yang semakin ketat dan tetap eksis di era globalisasi. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam meningkatkan kualitas pelayanan karena hal ini akan berdampak baik langsung maupun tidak langsung terhadap organisasi secara keseluruhan. Menurut Fandy Tjiptono (2002:88) ada beberapa faktor dominan yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan,diantaranya adalah:
  • Mengidentifikasikan determinan utama kualitas jasa.
  • mengelola harapan konsumen.
  • mengelola bukti kualitas jasa.
  • mendidik konsumen tentang kualitas jasa.
  • mengembangkan budaya kualitas.
  •   menciptakan automating quality.
  • menindak lanjuti jasa.
Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing dari faktor tersebut:
1. Mengindentifikasikan determinan utama kulaitas jasa
Setiap perusahaan jasa berupaya memberikan kualitas jasa pelayanan yang terbaik kepada para pelanggannya, perlu melakukan riset untuk mengidentifikasi jasa dominan yang paling penting bagi pasar sasaran terhadap perusahaan serta berdasarkan determinan tersebut, sehingga diketahui posisi relative perusahaan dimata pelanggan dibandingkan dengan para pesaing agar dapat memfokuskan peningkatkan kulitasnya pada aspek dominan tersebut.
2. Mengelola harapan konsumen
Tidak jarang suatu perusahaan berusaha melebih-lebihkan pesan komunikasinya kepada konsumen agar mereka terpikat. Hal seperti ini dapat menjadi bumerang bagi perusahaan karena semakin besar pula harapan konsumen yang pada gilirannya akan menambah peluang tidak dapat terpenuhinya harapan konsumen oleh perusahaan.
3. Mengelola bukti kualitas jasa
Mengelola bukti kualitas jasa bertujuan untuk memperkuat persepsi konsumen selama dan sesudah jasa diberikan. Oleh karena jasa merupakan kinerja dan tidak dapat dirasakan seperti barang, maka konsumen cenderung untuk memperhatikan faktor-faktor tangible yang berkaitan dengan jasa sebagai bukti kualitas. Dari sudut pandang perusahaan jasa, bukti langsung meliputi segala sesuatu yang dipandang konsumen sebagai indicator seperti apa jasa yang diberikan dan seperti apa saja yang telah diterima.
4. Mendidik konsumen tentang jasa
Membantu konsumen dalam memahami merupakan upaya yang sangat positif dalam rangka menyampaikan kualitas jasa. Konsumen yang terdidik akan dapat mengambil keputusan lebih baik sehingga kepuasan mereka dapat tercipta lebih tinggi. Upaya mendidik konsumen ini dapat dilakukan dalam bentuk melakukan pelayanan sendiri, membantu konsumen kepada mengunakan  sesuatu jasa, bagaimana menggunakan jasa, dan menjelaskan kepada konsumen alasaan-alasan yang mendasari kebijaksanaan yang bisa mengecewakan mereka.
5. Mengembangkan budaya kualitas
Budaya kualitas merupakan system nilai organisasi yang menghasilkan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan dan penyempurnaan kualitas secara terus-menerus. Budaya kulitas terdiri dari: filosofi, keyakinan,sikap, norma, nilai tradisi, prosedur, dan harapan yang meningkatkan kualitas. Agar dapat menciptakan budaya kualitas yang baik maka dibutuhkan komitmen menyeluruh pada seluruh anggota organisasi.
6. Menciptakan automating quality
Adanya otomatisasi dapat mengatasi variabilitas kualitas jasa yang disebabkan kurangnya sumberdaya manusia yang dimiliki. Namun sebelum memutuskan melakukan otomatisasi perusahaan perlu melakukan penelitian secara seksama untuk menentukan bagian yang dibutuhkan sentuhan manusia dan bagian yang memerlukan otomatisasi.
7. Menindak lanjuti jasa
 Menindak lanjuti jasa dapat membantu memisahkan aspek-aspek jasa yang perlu ditingkatkan. Perusahaan perlu mengambil inisiatif untuk menghubungi sebagian atau semua konsumen untuk mengetahui keinginan dan persepsi mereka terhadap jasa yang diberikan. Perusahaan dapat pula memberikan kemudahaan bagi para konsumen untuk berkomunikasi baik menyangkut kebutuhan maupun keluhan mereka.
8.      Mengembangkan system informasi kulitas jasa
System informasi kulitas jasa merupakan suatu system yang menggunakan berbagai macam pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi kualitas jasa guna mendukung pengambilan keputusan. Informasi yang dibutuhkan mencakup segala aspek, yaitu data saat ini dan masa lalu, kuantitatif, internal dan eksternal, serta informasi mengenai perusahaan dan konsumen.

Pengertian Jasa
            Dalam kelancaran dan perkembangan suatu perusahaan dalam menarik minat konsumennya tidak terlepas dari jasa yang ditawarkan atau dipasarkan oleh suatu perusahaan. Pemasaran merupakan jembatan penghubung antara organisasi dengan konsumennya. Peran penghubung ini akan berhasil jika seluruh upaya pemasaran diorientasikan kepada konsumen. Pemasaran jasa yang baik harus didukung oleh aspek-aspek yang menciptakan pemasaran jasa dan isu-isu strategis yang perlu diperhatikan oleh para penyedia jasa. Karena pada dasarnya pemasaran harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi manajemen perusahaan.
Jasa memiliki keseragaman inti yang dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain sebagai berikut:
Menurut kotler (2002:486): “Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan  oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produknya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.

Menurut Zeithaml dan Bitner (2000:3) yang dikutip dalam Buchari Alma (2000:204) menyatakan : ”Jasa adalah  suatu kegiatan ekonomi yang outputnya bukan berupa produk fisik. Biasanya dikonsumsi secara bersamaan seiring dengan produksinya, dan memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai atau kesehatan) yang pada intinya bersifat tidak berwujud bagi pembeli.”

Menurut William J. Stanton (1996:220) mengemukakan: ”Jasa adalah kegiatan yang dapat diidentifikasikan secara tersendiri, yang pada hakikatnya bersifat tak teraba (intangible), yang merupakan pemenuhan kebutuhan, dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau jasa lain. Untuk menghasilkan jasa mungkin atau mungkin pula tidak diperlukan penggunaan benda nyata (tangible). Akan tetapi, sekalipun penggunaan itu perlu, namun tidak terdapat adanya pemindahan hak milik atas benda tersebut (pemilikan permanent).”

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jasa merupakan keseluruhan aktivitas ekonomi yang ditawarkan oleh perusahaan kepada konsumen, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik), tidak mengakibatkan kepemilikan apapun yang tujuannya adalah untuk memberikan kepuasan bagi konsumen.
Karakteristik Jasa
Secara umum kita dapat melihat karakteristik umum dari jasa berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:
Menurut William J. Stanton (1996:223) sifat atau karakteristik jasa adalah sebagai berikut:
  • Maya atau tidak teraba (intangibility) Oleh karena jasa-jasa tidak teraba, pelanggan tidak dapat mengambil contohnya (secara mencicipi, merasakan, melihat, mendengar atau mencium) sebelum pelanggan membelinya.
  • Tak terpisahkan (inseparability). Jasa kerapkali tak terpisahkan dari pribadi penjual. Tambahan pula, jasa tertentu harus diciptakan dan digunakan habis pada saat bersamaan. Umpamanya, dokter gigi menciptakan dan menggunakan hamper keseluruhan jasanya pada saat itu.
  • Heterogenitas. Industri jasa, bahkan individu penjual jasa, tidak mungkin mengadakan standardisasi dari output. Setiap “unit” jasa agak berbeda dari “unit-unit’ lain jasa yang sama itu. Umpamanya pekerjaan order reparasi seorang montir mobil tidak sama kualitasnya antara satu order dengan lainnya.
  • Cepat hilang (perishability) dan permintaan yang berfluktuasi. Jasa cepat hilang dan tidak dapat disimpan. Ada pengecualian penting dalam  pernyataan umum mengenai cepat rusaknya dan penyimpanan jasa-jasa ini. Umpamanya dalam hal asuransi kesehatan dan jiwa, jasa dibeli. Dan dipegang oleh perusahaan asuransi (penjual) sampai saat diperlukan oleh pembeli atau yang berhak menerima (beneficiary). Pemegangan ini merupakan sejenis penyimpanan (storage).
Kemudian menurut Edward W. Wheatley yang dikutip oleh Buchary Alma (2000:205) mengungkapkan beberapa perbedaan anatara jasa dan barang, adalah sebagai berikut:
  • Pembelian jasa, sangat dipengaruhi oleh motif yang didorong oleh emosi.
  • Jasa bersifat tidak berwujud, berbeda dengan barang yang bersifat berwujud. Dapat dilihat, dirasa, dicium, memiliki berat, ukuran dan sebagainya.
  • Barang bersifat tahan lama, tetapi jasa tidak. Jasa dibeli dan dikonsumsi pada waktu yang sama.
  • Barang dapat disimpan, sedangkan jasa tidak dapat disimpan.
  • Ramalan permintaan dalam marketing barang merupakan masalah, tidak demikian halnya dengan marketing jasa. Untuk menghadapi masa-masa puncak, dapat dilatih tenaga khusus.
  • Adanya masa puncak yang sangat padat, merupakan masalah tersendiri bagi marketing jasa. Pada masa puncak, ada kemungkinan layanan yang diberikan oleh produsen sangat minim, misalnya waktunya dipersingkat, agar dapat melayani langganan sebanyak mungkin. Jika mutu jasanya tidak dikontrol, maka ini dapat berakibat negatife terhadap perusahaan, karena banyak langganan merasa tidak puas.
  • Usaha jasa sangat mementingkan unsur manusia.
  • Distribusinya bersifat langsung, dari produsen ke konsumen.
Macam-Macam Jasa
Paul D. Converse yang dikutip dalam Buchari Alma (2000:208), macam-macam jasa dapat dikelompokkan sebagi berikut:
1. Personalized service
     Jasa ini sangat bersifat personal, yang tidak dapat dipisahkan dari orang yang menghasilkan jasa tersebut. Oleh sebab itu pelayanannnya harus langsung ditangani sendiri oleh produsennya. Personalized service dapat digolongkan lagi kedalam 3 golongan, yaitu:
a. Personal service
yang dimaksud dengan personal service oleh U.S  Census of business mendefinisikan “personal service adalah jasa yang sangat mengutamakan pelayanan orang dan perlengkapannya, seperti tukang cukur, salon kecantikan, laundry, fotografi.”
b. Professional service
orang-orang yang memiliki profesi, dalam marketing approach-nya biasanya menunggu langganan. Jika memuaskan langganan yang pernah datang akan kembali lagi di lain waktu. Jadi yang penting disini ialah harus adanya reputasi yang baik. Beberapa tahun yang lalu, jasa professional hanya meliputi tiga bidang, bidang pengobatan, hukum, dan akuntansi. Sejak 1960-an, istilah professional sudah diperluas dengan arsitektur, teknik, keuangan, konsultan, manajemen, pendidikan, pidato, militer, administrasi kesehatan.
c. Business service
Dalam marketing business service ini seperti usaha akuntansi dan biro-biro konsultan lain, system marketingnya juga agak bersifat tidak langsung. Mereka lebih senang diundang oleh langganan-langganan baru untuk memberikan jasa-jasanya.
2. Financial service
    Financial service terdiri dari:
   a. Banking service (Bank)
   b. Insurance services (asuransi)
   c. Investment Securities (lembaga penanam modal)
3. Public Utility dan Transportion Services
 Perusahaan public utility mempunyai monopoli secara alamiah, misalnya perusahaan listrik, air minum. Sedangkan dalam transportation services ialah meliputi: angkutan kereta api, kendaraan umum, pesawat udara dan sebagainya.
4. Entertainment
Yaitu termasuk kedalam kelompok ini adalah: usaha-usaha dibidang olah raga, bioskop, gedung-gedung pertunjukkan dan usaha-usaha hiburan lainnya.
5. Hotel Services
Hotel bukan merupakan suatu objek parawisata melainkan merupakan salah satu saran dalam bidang kepariwisataan, maka dalam hal ini hotel perlu mengadakan kegiatan bersama dengan tempat-tempat rekreasi, hiburan, travel biro, dan lain-lain, untuk menonjolkan sesuatu yang khas dari suatu objek wisata, agar dapat menjadi daya tarik dari daerah yang bersangkutan.
Jasa yang dapat ditawarkan dalam bidang perhotelan:
-fasilitas penyediaan/penyewaan kamar.
-fasilitas penyediaan ruang konferensi/ruang sidang.
-menyediakan penukaraan valuta asing.
-Menjual makanan dan minuman.
-fasilitas lainnya yang meliputi laundry, swimming pool, telfon dan lain-lain.

Sistem Penyampaian Jasa
Menurut Yazid (1999:16) system penyampaian  jasa  mencakup kapan, dimana dan bagaimana jasa disampaikan pada konsumen, mencakup elemen-elemen yang dapat dilihat dari system operasi (peralatan pendukung dan personel). Juga mencakup display kepada konsumen lain. Secara tradisional, intraksi antara personel jasa dan konsumen berlangsung secara tertutup. Tetapi untuk kepentingan efisien dan kenyamanan konsumen, maka interaksi antara konsumen dan personel mulai terbuka.

No comments:

Post a Comment