Ulasan Tentang Penelitian Hukum Normatif/ Doktrinal
Ulasan Tentang Penelitian Hukum Normatif/ Doktrinal: Penelitian hukum normative terutama dilakukan untuk meneliti hukum dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat. Dalam penelitian hukum normative, umumnya diterima bahwa data dasar yang diperlukan adalah data-data sekunder.
A. Tipologi Penelitian Hukum Normatif/ Doktrinal
1. Penelitian Inventarisasi Hukum Positif
Penelitian inventarisasi merupakan sebuah kegiatan penelitian pendahuluan sebelum seorang peneliti lebih jauh melangkah pada penelitian inconcrito, penelitian asas, penelitian taraf sinkronisasi vertical dan horizontal, penelitian perbandingan hukum dan penelitian hukum lainnya. Dengan demikian hasil penelitian inventarisasi hukum positif merupakan data dasar yang wajib dimiliki oleh seorang peneliti hukum normative.
Kegiatan penelitian inventarisasi hukum positif sangat tergantung pada konsepsi si peneliti tentang apa yang menjadi hukum positif, karena yang akan diinventarisir oleh si peneliti adalah apa yang dipandangnya sebagai hukum positif. Berdasarkan hal tersebut umumnya terdapat tiga konsepsi yang berbeda tentang hukum positif, yakni :
a. konsepsi kaum legis-positipis yang menyatakan hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat serta diundangkan oleh lembaga atau pejabat negara yang berwenang. Dengan konsepsi yang demikian, maka si peneliti hanya akan mengumpulkan peraturan perundang-undangan yang tertulis saja. Sementara peraturan hukum lainnya meskipun berlaku ditengah masyarakat akan tetapi tidak dalam bentuk tertulis tidak menjadi focus dari penelitian, karena dipandang sebagai peraturan nonhukum.
b. konsepsi sosiologis yang memandang kaidah hukum tidak saja berupa peraturan perundang-undangan tertulis, tetapi juga termasuk dan yang utama adalah segala aturan yang secara de facto diikuti atau dipatuhi oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pada penelitian ini peneliti lebih focus pada perilaku actual dari anggota-anggota masyarakat dan kemudian melakukan abstraksi terhadap perilaku actual tersebut sehingga dihasilkan suatu norma hukum yang menjadi dasar bertindak atau berperilaku masyarakat tersebut.
c. konsepsi yang memandang bahwa hukum identik dengan putusan-putusan hakim di pengadilan dan keputusan para pengetua adat. Berdasarkan konsepsi yang demikian, maka penelitian ditekankan pada pengumpulan keputusan-keputusan hakim atau pengetua-pengetua adat dalam memutuskan sebuah konflik hukum yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Soetandyo Wignjosoebroto mengatakan terdapat tiga kegiatan pokok yang harus dikerjakan dalam penelitian inventarisasi hukum positif, yakni :(1). Menetapkan criteria identifikasi untuk menyeleksi manakah norma-norma yang harus disebut sebagai norma hukum positif, dan mana yang harus dikelompokkan sebagai norma sosial atau nonhukum. (2). Melakukan koreksi terhadap norma-norma yang teridentifikasi sebagai norma hukum positif. (3). Mengorganisasikan norma-norma yang sudah berhasil diidentifikasi dan dikumpulkan itu ke dalam suatu system yang komprehensif.
Dengan demikian penelitian inventarisasi hukum positif bukanlah sebatas pada aktifitas untuk mengumpulkan peraturan semata, akan tetapi juga memberikan koreksi dan juga menyusun peraturan-peraturan tersebut dalam sebuah system yang komprehensif.
B. Penelitian Hukum untuk Perkara In-Concrito
Tujuan utama dari sebuah penelitian hukum untuk perkara inconcrito adalah untuk menguji apakah sebuah postulat normative dapat atau tidak dapat dipergunakan atau diterapkan untuk sebuah perkara konkrit. Penelitian banyak dilakukan oleh para penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim dan pengacara, karena tugas utama mereka terkait langsung dengan penegakan norma hukum positif terhadap peristiwa-peristiwa hukum inkonrito. Meskipun demikian penelitian ini juga penting bagi para dosen dan para mahasiswa hukum yang menyelesaikan tugas akhir (khususnya penulisan skripsi).
Keberhasilan penelitian hukum untuk perkara inkonkrito sangat dipengaruhi oleh kemampuan peneliti dalam mengumpulkan fakta-fakta yang akurat dan valid tentang sebuah peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian. Tanpa fakta-fakta tersebut peneliti akan mengalami kesulitan untuk mengkonstruksikan secara tepat peristiwa konkrit yang terjadi. Oleh karena kemampuan investigasi yang didukung oleh kemampuan akses terhadap pengumpulan fakta dalam peristiwa konkrit sangat menentukan. Di samping itu inventarisasi norma hukum positif yang dipandang relevan dengan peristiwa konkrit juga menentukan hasil analisis. Oleh karena itu, penelitian ini sangat didukung oleh kemampuan peneliti melakukan penelitian hukum inventarisasi hukum positif.
Dengan demikian ada dua tahapan pengumpulan data yang wajib dilakukan oleh peneliti yang melakukan penelitian tipe ini, yakni : 1. searching for the relevant fact, yang terkandung dalam perkara hukum (peristiwa hukum konkrit) yang sedang dihadapi), 2. searching for the relevant abstract legal prescription, yang terdapat dan terkandung dalam rumusan hukum positif yang berlaku.
Logika penalaran dalam analisis penelitian hukum untuk perkara inkonkrito mempergunakan logika silogisme. Dalam logika berfikir yang demikian, norma-norma hukum positif yang berlaku saat itu, dipandang sebagai hukum positif in-abstracto. Norma hukum positif ini dalam proses analisis dijadikan sebagai premise mayor atau sebagai kondisi ideal atau yang seharusnya. Sedangkan fakta-fakta relevan terkait dengan peristiwa konkrit dijadikan sebagai premise minor. Melalui cara berfikir silogisme akan ditentukan kesimpulan apakah premise mayor tadi sesuai atau tepat untuk diterapkan pada peristiwa hukum konkrit yang terjadi.
C. Penelitian Hukum untuk Menemukan Asas dan Doktrin Hukum
Sesuai nama yang diberikan kepadanya tipe penelitian hukum normative ini bertujuan untuk menemukan asas atau doktrin dalam hukum positif yang berlaku, sehingga penelitian ini sering juga disebut dengan studi dogmatic atau doctrinal research. Mengingat bahwa objek penelitian adalah hukum positif yang akan dicari asas atau doktrin hukum yang mendasarinya, maka penelitian ini akan sangat dipengaruhi oleh konsepsi yang dipergunakan dalam memandang hukum positif. Jika hukum positif dikonsepsikan sebagai kaidah tertulis yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki otoritas, maka asas yang akan dicari adalah pada peraturan perundang-undang tertulis saja. Demikian pula jika hukum positif dikonsepsikan tidak saja pada aturan tertulis, maka pencarian asas atau doktrin ditujukan baik terhadap hukum positif tertulis, maupun tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan dipatuhi oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keberlangsungan penelitian untuk menemukan asas dan doktrin hukum ini sangat didukung oleh selesai atau tidak selesainya penelitian inventarisasi hukum positif. Langkah awal yang dilakukan peneliti tipe ini adalah menyelesaikan terlebih dahulu penelitian inventarisasi hukum positif sesuai konsepsi atas hukum positif yang dipergunakan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil inventarisasi hukum positif adalah pre-determinan hasil akhir setiap penelitian doctrinal.
Logika penalaran yang dipergunakan dalam analisis penelitian hukum normative untuk menemukan asas dan doktrin adalah logika induktif. Prosedur logika dimulai dari pengumpulan hukum positif yang relevan dengan sasaran penelitian. Selanjutnya dilakukan proses abstraksi dari kadah-kaidah hukum positif tersebut sehingga ditemukan sebuah pemikiran yang lebih umum, luas, dan abstrak. Jika hasil abstraksi tidak bisa diabstraksi lebih lanjut, maka hasil abstraksi tersebutlah yang kemungkinan besar merupakan asas atau doktrin dari hukum positif yang diteliti.
Untuk memudahkan pemahaman tentang asas, maka ada baiknya dikekumakan sejumlah contoh yang dikemukan Prof. Mahadi, sebagai berikut :
a. kabau tagak, kubang tingga” (kerbau berdiri, kubangan tinggal). Norma hukum positifnya dapat dikaitkan dengan masalah hak ulayat yang berbunyi : a. bila seorang warga telah meninggalkan tanah ulayat, maka tanah tersebut akan kembali kepada kekuasaan persekutuan. Dengan perkataan lain, apabila seorang warga menggunakan harta milik umum dan ia meninggalkannya, maka haknya atas harta umum tersebut diserahkan kepada orang lain. b. dengan demikian, warga lain dapat meminta kepala persekutuan supaya diberi ijin untuk menguasai tanah bersangkutan ;
b. kok lambuik halantak, kok kareh babatu, sawah bapiriang, padang babintalak” (jika lunal ditanam tonggak, jika keras diberi tanda batu, sawah berpiring, padang mempunyai batas-batas). Norma hukum yang dapat dikaitkan dengan asas ini antara lain dalam hukum pertanahan yang menyatakan tanah yang dikuasai oleh sesorang hendaklah memiliki batas-batas yang jelas. Oleh karena itu, tanah yang dipintakan oleh warga masyarakat untuk dikeluarkan sertifikat kepemilikannya, maka haruslah terlebih dahulu diukur pemerintah batas-batas yang jelas dari tanah tersebut. ;
c. togu urat ni tobu, toguan urat ni padan” (kuat urat tebu, lebih kuat lagi janji yang sudah diberikan). Asas ini dapat dijabarkan dalam sebuah norma dalam hukum perjanjian yang menyatakan bahwa janji harus ditepati. Hukum positifnya seperti tercantum dalam Pasal 1338 KUH Perdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
d. haraouta jak haboh, haraou oh tendong” (harta yang dicari sendiri boleh habis, harta dikampung tidak). Norma yang terkait dengan asas ini misalnya harta pencarian terserah pada kekuasaan pemiliknya, harta kampong, famili keluarga, kembali ke asal. Sedangkan norma hukum positifnya kira-kira berbunyi “harta pencarian selama perkawinan penggunaannya ditentukan oleh kehendak suami/istri.”
D. Penelitian terhadap Sistimatik Hukum
Penelitian terhadap sistematik hukum dapat dilakukan pada peraturan perundang-undang atau hukum yang tertulis. Tujuan utama dari tipe penelitian hukum normative ini adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap sejumlah pengertian-pengertian dasar dalam hukum (peraturan perundang-undangan), misalnya pengertian masyarakat hukum, objek hukum, subjek hukum, peristiwa hukum, hak dan kewajiban dan lain sebagainya. Penelitian ini penting mengingat bahwa masing-masing pengertian dasar tersebut mempunyai arti tertentu dalam kehidupan hukum
E. Penelitian terhadap Taraf Sinkronisasi
Penelitian hukum normative tipe pengujian taraf sinkronisasi ditujukan untuk mengetahui kesesuaian/ kesinkronan substansi yang terkandung dalam satu peraturan dengan peraturan yang lain yang saling berkaitan, baik yang sifatnya antar peringkat peraturan maupun antara sesame peraturan yang berada pada satu peringkat (tingkat). Oleh karena itu, penelitian terhadap taraf sinkronisasi selalu dibedakan menjadi dua bentuk/ jenis, yakni penelitian taraf sinkronisasi vertical dan horizontal.
a. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal
Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertical ditujukan untuk menguji taraf kesinkronan antar peraturan perundang-undangan yang berada pada level atau peringkat perundang-undangan. Postulat dasar yang dipergunakan dalam analisis adalah bahwa peraturan yang lebih rendah tingkatnya seharus substansinya tidak boleh bertentangan dengan peraturan lain yang peringkatnya lebih tinggi.
Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti harus memahami tentang tata urutan perundang-undangan yang berlaku. Di Indonesia misalnya TAP MPR RI No. III Tahun 2000 menetapkan tata urutan peraturan perundang-undang di mulai dari UUD 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Oleh karena itu substansi sebuah undang-undang tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, demikian seterusnya. Penelitian semacam ini sangat berguna terutama untuk menguji keabsahan substansi peraturan, khususnya pada saat pengujian dalam judicial review di Mahkamah Agung atau gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk menguji substansi sebuah Undang-Undang.
b. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi horizontal
Jika penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertical ditujukan terhadap substansi peraturan yang berbeda peringkat, maka penelitian taraf sinkronisasi horizontal ditujukan untuk menguji kesinkronan substansi antar peraturan yang berada pada posisi/ peringkat yang sama, misalnya antara sesama Undang-Undang, sesama Peraturan Pemerintah dan seterusnya.
Terlepas dari sub klasifikasi penelitian sinkronisasi tersebut diatas, maka peneliti yang melakukan penelitian taraf sinkronisasi harus terlebih dahulu mengetahui informasi tentang isu-isu dari substansi hukum yang akan diuji taraf sinkronisasinya. Di samping itu, peneliti yang melakukan tipe penelitian ini harus menguasai metode analisis normative yang menggunakan pendekatan content analysis (analisis isi). Metode ini sangat berperan dalam menganalisis substansi masing-masing peraturan yang akan diuji taraf sinkronisasinya.
c. Penelitian Perbandingan Hukum
Dalam penelitian hukum metode penelitian perbandingan hukum sering dipergunakan untuk melihat perbandingan atas penyelesaian atau pengaturan masalah yang sedang diteliti dalam system hukum atau tata hukum yang lain. Dengan memperbandingkan hal tersebut peneliti memiliki informasi tentang masalah yang ingin dipecahkan dalam tinjauan system hukum yang lain.
Penelitian perbandingan hukum sering dilakukan dengan memperbandingkan unsur-unsur yang terdapat dalam suatu system hukum, antara lain mencakup : (a) substansi hukum yang mencakup perangkat peraturan dan perilaku teratur dari masyarakat, (b). struktur hukum, mencakup lembaga-lembaga hukum, dan (c). budaya hukum mencakup perangkat nilai yang diyakini dan yang dianut oleh suatu masyarakat hukum yang mendasari persepsi, pandangan, cita-cita, keinginan dan harapan masyarakat tersebut terhadap hukum. Adakalanya perbandingan dilakukan terhadap masing-masing unsur secara sendiri-sendiri atau terpisah, atau memperbandingkannya secara kumulatif.
Sunaryati Hartono, membagi dua metode penelitian perbandingan hukum, yakni penelitian perbandingan hukum fungsional dan structural. Penelitian perbandingan hukum fungsional ditujukan untuk mencari cara bagaimana suatu peraturan atau pranata hukum dapat menyelesaikan suatu masalah sosial atau ekonomi, atau bagaimana suatu pranata hukum atau pengaturan suatu pranata sosial atau ekonomi dapat menghasilkan perilaku yang diinginkan. Penelitian ini juga dipergunakan untuk meneliti the existing national law in its day to day practice, and the law in action dari setiap system atau pranata atau kaidah hukum yang dibandingkan. Dalam kaitan ini, nilai lebih dari metode ini adalah bahwa ia mencari dan menguji bagaimana suatu penyelesaian atau peraturan hukum yang diusulkan untuk mengatasi suatu masalah, sosial, ekonomi, politik dan lainnya itu benar-benar bekerja dan berfungsi dalam masyarakat. Metode ini juga akan menguji dampak terhadap berlakunya suatu peraturan atau pranata baru dalam sebuah masyarakat.
Penelitian perbandingan hukum structural atau sistematik terutama berusaha untuk menyusun suatu system yang dipergunakan sebagai referensi dalam mengadakan perbandingan-perbandingan. System termaksud dapat saja berupa system yang konkrit, abstrak, konseptual, terbuka atau tertutup. Penelitian perbandingan hukum jenis ini digunakan oleh peneliti yang menganggap bahwa tidaklah mungkin membandingkan dua atau lebih system hukum dari masyarakat yang berbeda ideology sosial-ekonominya. Oleh karena itu terlebih dahulu diperlukan pendekatan sistemik yang memperhatikan interaksi antara hukum dan kondisi sosial ekonomi setempat.
d. Penelitian Sejarah Hukum
Seperti halnya penelitian perbandingan hukum, penelitian sejarah hukum merupakan suatu metode penelitian hukum. Metode ini berusaha untuk mengidentifikasi terhadap tahap-tahap perkembangan hukum, yang dapat dipersempit ruang lingkupnya menjadi sejarah peraturan perundang-undangan. Selain kajian terhadap sejarah perkembangan, lazimnya juga diidentifikasi terhadap factor-faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadi perubahan atau perkembangan tersebut.
Penelitian sejaraha hukum sangat mengutamakan validitas dan keabsahan data yang dijadikan dasar analisis. Dalam penelitian ini sedapat mungkin dilakukan interaksi antara peneliti dengan saksi-saksi sejarah, atau terhadap dokumen-dokumen autentik yang dihasilkan oleh para pelaku sejarah yang sedang diteliti, misalnya arsip-arsip, dokumen-dokumen sidang, rapat, putusan-putusan pengadilan, dan sebagainya,
F. Bahan Dasar yang Diteliti dalam Penelitian Hukum Normatif
Pada penelitian hukum normative, bahan pustaka atau data sekunder merupakan data dasar yang dipergunakan dalam kegiatan penelitian. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, sampai kepada dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Dengan adanya data sekunder, maka sebenarnya peneliti tidak perlu melakukan penelitian sendirian secara langsung terhadap factor-faktor yang menjadi latar belakang penelitiannya sendiri, karena peneliti terdahulu sudah membantu melakukan hal tersebut. Namun, meskipun demikian tidaklah berarti bahwa keberadaan data sekunder menghilangkan berfikir kritis si peneliti. Data sekunder tetap harus dikritisi, tidak asal diterima. Belum tentu data sekunder tersebut benar atau akurat. Peneliti seharus tidak boleh terjebak dengan cara berfikir yang dilakukan penulis sebelumnya, karena belum tentu cara berfikir yang menghasilkan data sekunder tersebut sesuai benar dengan maksud atau tujuan peneliti.
Bukanlah hal yang salah seorang peneliti mempertanyakan apakah data sekunder yang ada tersebut dapat diterima atau tidak, atau memperbandingkan data sekunder dari sejumlah sumber yang berbeda. Hal ini untuk memastikan data sekunder mana yang lebih dapat dipercaya. Sifat kritis semacam ini selain dapat menghindari pemakaian data sekunder yang tidak akurat, dapat juga memberikan masukan pada peneliti terdahulu atau peneliti-peneliti yang akan datang tentang keabsahan atau keakuratan data sekunder yang bersangkutan.
Demikianlah penjelasan singkat tentang Ulasan Tentang Penelitian Hukum Normatif/ Doktrinal, semoga bermanfaat untuk pembaca.
No comments:
Post a Comment